Sabtu, 11 April 2020

PERMENKES TENTANG PEDOMAN PSBB



PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2020
TENTANG
PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA
PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian
telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas
negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia;
b. bahwa dalam upaya menekan penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) semakin meluas, Menteri
Kesehatan dapat menetapkan pembatasan sosial
berskala besar;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19);
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
-2-
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487);
7. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
8. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 34);
-3-
9. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).
2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
BAB II
PENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Bagian Kesatu
Kriteria
-4-
Pasal 2
Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Bagian Kedua
Permohonan Penetapan
Pasal 3
(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.
(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.
-5-
(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.
(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 6
Permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar mengacu pada Formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan
Pasal 7
(1) Dalam rangka penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Menteri membentuk tim.
-6-
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a. melakukan kajian epidemiologis; dan
b. melakukan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.
(3) Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya terkait dengan kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.
(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim memberikan rekomendasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dalam waktu paling lama 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pasal 9
(1) Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar:
a. peningkatan jumlah kasus secara bermakna dalam kurun waktu tertentu;
b. terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan
c. ada bukti terjadi transmisi lokal.
-7-
(2) Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan.
Pasal 10
Dalam hal kondisi suatu daerah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri dapat mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
PELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pasal 12
Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
-8-
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
(5) Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk:
a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi;
-9-
b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan
c. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.
(9) Pembatasan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan untuk:
a. moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan
b. moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
(11) Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.
-10-
Pasal 14
(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik setempat.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan dalam rangka efektivitas dan kelancaran pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 16
(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di masing-masing wilayahnya.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk digunakan sebagai dasar menilai kemajuan dan keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan oleh Menteri, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), gubernur/bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangan masing-masing.
-11-
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan kementerian/lembaga lain di luar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan ahli/pakar terkait.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. asistensi teknis; dan
c. pemantauan dan evaluasi.
(4) Advokasi dan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dalam rangka mendapatkan dukungan dalam bentuk kebijakan dan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(5) Asistensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dalam rangka melakukan pendampingan teknis dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(6) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dalam rangka melakukan penilaian keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam memutus rantai penularan yang dibuktikan dengan:
a. pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berjalan baik;
b. penurunan jumlah kasus; dan
c. tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru.
(7) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan kepada Menteri sebagai pertimbangan dalam mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada pasal 10.
-12-
Pasal 18
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, instansi berwenang melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-13-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 April 2020
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
TERAWAN AGUS PUTRANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 April 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 326
-14-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2020
TENTANG
PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19)
A. PENDAHULUAN
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemic dan Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menyatakan COVID-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang wajib dilakukan upaya penanggulangan. Dalam rangka upaya penanggulangan dilakukan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat sehingga wabah dan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dapat segera diatasi. Kekarantinaan kesehatan dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang, dan/atau iingkungan, serta respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaan kesehatan. salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar.
-15-
Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah semakin meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara yang diiringi dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian. Peningkatan tersebut berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, sehingga diperlukan percepatan penanganan COVID-19 dalam bentuk tindakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Tindakan tersebut meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, Indonesia telah mengambil kebijakan untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas, yang didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Kebijakan tersebut dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mengatur bahwa Menteri Kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar berdasarkan usul gubernur/bupati/walikota atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
-16-
Untuk mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diperlukan pedoman pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang mengatur lebih teknis mengenai kriteria Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk ditetapkan serta masing-masing teknis pelaksanaannya. Mengingat selama masa pandemi COVID-19 ini kemungkinan banyak orang yang sudah terinfeksi maupun ada yang belum terdeteksi, atau sedang dalam masa inkubasi, maka untuk mencegah meluasnya penyebaran di suatu wilayah melalui kontak perorangan perlu adanya pembatasan kegiatan sosial berskala besar di wilayah tersebut. Pembatasan kegiatan tertentu yang dimaksud adalah membatasi berkumpulnya orang dalam jumlah yang banyak pada suatu lokasi tertentu. Kegiatan yang dimaksud seperti sekolah, kerja kantoran dan pabrikan, keagamaan, pertemuan, pesta perkawinan, rekreasi, hiburan, festival, pertandingan olahraga dan kegiatan berkumpul lainnya yang menggunakan fasilitas umum atau pribadi.
B. KRITERIA PENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
1. Prasyarat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah terpenuhinya kriteria situasi penyakit berupa peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat penyakit, penyebaran kasus yang cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Karenanya, penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Menteri didasarkan pada terjadinya peningkatan jumlah kasus dan/atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu, penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu, dan ada bukti terjadi transmisi lokal.
2. Yang dimaksud dengan kasus adalah pasien dalam pengawasan dan kasus konfirmasi positif berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan Reverse Transcription Polymerse Chain Reaction (RT-PCR).
3. Peningkatan jumlah kasus dan/atau kematian secara bermakna diketahui dari pengamatan kurva epidemiologi kasus dan/atau kematian. Adanya kecenderungan peningkatan kasus dan/atau kematian dalam kurun waktu hari atau minggu menjadi bukti peningkatan bermakna.
-17-
4. Kecepatan penyebaran penyakit di suatu area/wilayah dilakukan dengan melakukan pengamatan area/wilayah penyebaran penyakit secara harian dan mingguan. Penambahan area/wilayah penyebaran penyakit dalam kurun waktu hari atau minggu menjadi bukti cepatnya penyebaran penyakit.
5. Terjadinya transmisi lokal di suatu area/wilayah menunjukkan bahwa virus penyebab penyakit telah bersirkulasi di area/wilayah tersebut dan bukan merupakan kasus dari daerah lain.
C. TATA CARA PENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota, atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Mekanisme permohonan tersebut dilakukan sebagai berikut:
1. Gubernur/bupati/walikota menyampaikan usulan kepada Menteri disertai dengan data gambaran epidemiologis dan aspek lain seperti ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar lain, ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan perbekalan kesehatan termasuk obat dan alat kesehatan. Data yang disampaikan kepada Menteri juga termasuk gambaran kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.
2. Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam menyampaikan usulan kepada Menteri untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu, berdasarkan penilaian terhadap kriteria Pembatasan Sosial Berskala Besar.
3. Permohonan oleh gubernur/bupati/walikota dapat disampaikan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
4. Permohonan dari gubernur untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu di wilayah provinsi.
5. Permohonan dari bupati/walikota untuk lingkup satu kabupaten/kota di wilayahnya.
6. Dalam hal bupati/walikota akan mengajukan daerahnya ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, maka terlebih dahulu berkonsultasi kepada gubernur dan Surat permohonan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar ditembuskan kepada gubernur.
-18-
7. Dalam hal terdapat kesepakatan Pemerintah Daerah lintas provinsi untuk ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara bersama, maka pengajuan permohonan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dilakukan melalui Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Untuk itu, kepada Pemerintah Daerah yang daerahnya akan ditetapkan secara bersama-sama harus berkoordinasi dengan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
8. Untuk kecepatan proses penetapan, permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk file elektronik, yang ditujukan pada alamat email psbb.covid19@kemkes.go.id.
9. Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Menteri dilakukan berdasarkan rekomendasi kajian dari tim yang dibentuk yang sudah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Kajian tersebut berupa kajian epidemiologis dan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan, dan keamanan. Untuk itu tim yang dibentuk terdiri dari unsur kementerian kesehatan, kementerian/lembaga lain yang terkait dan para ahli.
10. Menteri menyampaikan keputusan atas usulan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.
11. Dalam hal permohonan penetapan belum disertai dengan data dukung, maka Pemerintah Daerah harus melengkapi data dukung paling lambat 2 (dua) hari sejak menerima pemberitahuan dan selanjutnya diajukan kembali kepada Menteri.
12. Penetapan dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
13. Pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) paling lama disampaikan kepada Menteri dalam waktu 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan penetapan. Dalam hal waktu tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
-19-
Menteri dapat menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Formulir permohonan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh gubernur/bupati/walikota, atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sebagai berikut:
Kop Surat Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
Nomor : (tanggal, bulan, tahun)
Hal : Permohonan Penetapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar
Sifat : Segera
Yth. Menteri Kesehatan
Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9
Jakarta 12950
Sehubungan Dengan penyebaran COVID-19 yang semakin luas di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota …………..., bersama ini kami mohon Menteri Kesehatan dapat melakukan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota ………………
Sehubungan dengan hal tersebut, kami lampirkan data dan dokumen pendukung mengenai:
1. Peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
2. Peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
3. Penyebaran kasus menurut waktu;
4. Kejadian transmisi lokal; dan
5. Kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja sama Menteri Kesehatan diucapkan terima kasih.
Gubernur/Walikota/Bupati
(Nama)
Tembusan:
1. Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
2. Menteri Dalam Negeri
3. Gubernur (jika permohonan oleh Bupati/Walikota)
-20-
Logo/Kop Surat Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Nomor : (tanggal, bulan, tahun)
Hal : Permohonan Penetapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar
Sifat : Segera
Yth. Menteri Kesehatan
Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9
Jakarta 12950
Sehubungan Dengan penyebaran COVID-19 yang semakin luas di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota …………..., bersama ini kami mohon Menteri Kesehatan dapat melakukan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota ………………
Sehubungan dengan hal tersebut, kami lampirkan data dan dokumen pendukung mengenai:
1. Peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
2. Peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
3. Penyebaran kasus menurut waktu;
4. Kejadian transmisi lokal; dan
5. Kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja sama Menteri Kesehatan diucapkan terima kasih.
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
(Nama)
Tembusan:
Menteri Dalam Negeri
-21-
D. PELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan selama masa inkubasi terpanjang (14 hari). Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.
1. Peliburan Sekolah
a. Yang dimaksud dengan peliburan sekolah adalah penghentian proses belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan proses belajar mengajar di rumah dengan media yang paling efektif.
b. Pembatasan kegiatan semua lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian, pembinaan, dan lembaga sejenisnya, dengan tetap dapat menjalankan proses pembelajaran melalui media yang paling efektif dengan mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit.
c. Pengecualian peliburan sekolah bagi lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
2. Peliburan Tempat Kerja
a. Yang dimaksud dengan peliburan tempat kerja adalah pembatasan proses bekerja di tempat kerja dan menggantinya dengan proses bekerja di rumah/tempat tinggal, untuk menjaga produktivitas/kinerja pekerja.
b. Pengecualian peliburan tempat kerja yaitu bagi kantor atau instansi tertentu yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya sebagai berikut:
1) Kantor pemerintah di tingkat pusat dan daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan perusahaan publik tertentu seperti:
a) Kantor Pemerintah terkait aspek pertahanan keamanan:
-22-
(1) Instansi Tentara Nasional Indonesia (TNI)
(2) Instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
b) Bank Indonesia, lembaga keuangan, dan perbankan
c) Utilitas publik (termasuk pelabuhan, bandar udara, penyeberangan, pusat distribusi dan logistik, telekomunikasi, minyak dan gas bumi, listrik, air dan sanitasi)
d) Pembangkit listrik dan unit transmisi
e) Kantor pos
f) Pemadam kebakaran
g) Pusat informatika nasional
h) Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara
i) Bea Cukai di pelabuhan/ bandara/ perbatasan darat
j) Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan
k) Kantor pajak
l) Lembaga/badan yang bertanggung jawab untuk manajemen bencana dan peringatan dini
m) Unit yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan dan memelihara kebun binatang, pembibitan, margasatwa, pemadam kebakaran di hutan, menyiram tanaman, patroli dan pergerakan transportasi yang diperlukan.
n) Unit yang bertanggung jawab untuk pengelolaan panti asuhan/ panti jompo/ panti sosial lainnya.
Kecuali untuk TNI/POLRI, kantor tersebut di atas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol di tempat kerja.
2) Perusahaan komersial dan swasta:
a) Toko-toko yang berhubungan dengan bahan dan barang pangan atau kebutuhan pokok serta barang penting, yang mencakup makanan (antara lain: beras, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, bawang bombay, gula, minyak goreng, tepung terigu, buah-buahan dan sayuran, daging sapi, daging ayam, telur
-23-
ayam, ikan, susu dan produk susu, dan air minum dalam kemasan) termasuk warung makan/rumah makan/restoran, serta barang penting yang mencakup benih, bibit ternak, pupuk, pestisida, obat dan vaksin untuk ternak, pakan ternak, gas LPG, triplek, semen, besi baja konstruksi, dan baja ringan.
b) Bank, kantor asuransi, penyelenggara sistem pembayaran, dan ATM, termasuk vendor pengisian ATM dan vendor IT untuk operasi perbankan, call center perbankan dan operasi ATM.
c) Media cetak dan elektronik.
d) Telekomunikasi, layanan internet, penyiaran dan layanan kabel. IT dan Layanan yang diaktifkan dengan IT (untuk layanan esensial) sebisa mungkin diupayakan untuk bekerja dari rumah, kecuali untuk mobilitas penyelenggara telekomunikasi, vendor/supplier telekomunikasi/IT, dan penyelenggara infrastruktur data.
e) Pengiriman semua bahan dan barang pangan atau barang pokok serta barang penting termasuk makanan, obat-obatan, peralatan medis.
f) Pompa bensin, LPG, outlet ritel dan penyimpanan Minyak dan Gas Bumi.
g) Pembangkit listrik, unit dan layanan transmisi dan distribusi.
h) Layanan pasar modal sebagaimana yang ditentukan oleh Bursa Efek Jakarta.
i) Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.
j) Layanan penyimpanan dan pergudangan dingin (cold storage).
k) Layanan keamanan pribadi.
Kantor tersebut di atas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya
-24-
pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol di tempat kerja.
3) Perusahaan industri dan kegiatan produksi:
a) Unit produksi komoditas esensial, termasuk obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya.
b) Unit produksi, yang membutuhkan proses berkelanjutan, setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian.
c) Produksi minyak dan gas bumi, batubara dan mineral dan kegiatan yang terkait dengan operasi penambangan.
d) Unit manufaktur bahan kemasan untuk makanan, obat-obatan, farmasi dan alat kesehatan.
e) Kegiatan pertanian bahan pokok dan holtikultura.
f) Unit produksi barang ekspor.
g) Unit produksi barang pertanian, perkebunan, serta produksi usaha mikro kecil menengah.
Kantor tersebut di atas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol di tempat kerja.
4) Perusahaan logistik dan transportasi
a) Perusahaan angkutan darat untuk bahan dan barang pangan atau barang pokok serta barang penting, barang ekspor dan impor, logistik, distribusi, bahan baku dan bahan penolong untuk industri dan usaha mikro kecil menengah.
b) Perusahaan pelayaran, penyeberangan, dan penerbangan untuk angkutan barang.
c) Perusahaan jasa pengurusan transportasi dan penyelenggara pos.
d) Perusahaan jasa pergudangan termasuk cold chain
Kantor tersebut di atas harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya
-25-
pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan) sesuai dengan protokol di tempat kerja.
3. Pembatasan Kegiatan Keagamaan
a. Bentuk pembatasan kegiatan keagamaan adalah kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
b. Semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum.
c. Pengecualian kegiatan keagamaan sebagaimana huruf a dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
d. Pemakaman orang yang meninggal bukan karena COVID-19 dengan jumlah yang hadir tidak lebih dari dua puluh orang dapat diizinkan dengan mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan).
4. Pembatasan Kegiatan di Tempat atau Fasilitas Umum
Dalam bentuk pembatasan tempat atau fasilitas umum dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk, kecuali:
a. Supermarket, minimarket, pasar, toko, atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan semua instansi medis terkait, termasuk unit produksi dan distribusi, baik di sektor publik maupun swasta, seperti apotek, unit transfusi darah, toko obat, toko bahan kimia dan peralatan medis, laboratorium, klinik, ambulans, dan laboratorium penelitian farmasi termasuk fasilitas kesehatan untuk hewan akan tetap berfungsi. Transportasi untuk semua tenaga medis, perawat, staf medis, layanan dukungan rumah sakit lainnya tetap diizinkan untuk beroperasi.
c. Hotel, tempat penginapan (homestay), pondokan dan motel, yang menampung wisatawan dan orang-orang yang terdampak akibat COVID-19, staf medis dan darurat, awak udara dan laut.
d. Perusahaan yang digunakan/diperuntukkan untuk fasilitas karantina.
-26-
e. Fasilitas umum untuk kebutuhan sanitasi perorangan.
f. Tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.
Pengecualian tersebut dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.
5. Pembatasan Kegiatan Sosial dan Budaya
Pembatasan kegiatan sosial dan budaya dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
Hal ini juga termasuk semua perkumpulan atau pertemuan politik, olah raga, hiburan, akademik, dan budaya.
6. Pembatasan Moda Transportasi
a. Transportasi yang mengangkut penumpang
Semua layanan transportasi udara, laut, kereta api, jalan raya (kendaraan umum/pribadi) tetap berjalan dengan pembatasan jumlah penumpang.
b. Transportasi yang mengangkut barang
Semua layanan transportasi udara, laut, kereta api, jalan raya tetap berjalan untuk barang penting dan esensial, antara lain:
1) Angkutan truk barang utuk kebutuhan medis, kesehatan, dan sanitasi
2) Angkutan barang untuk keperluan bahan pokok
3) Angkutan untuk makanan dan minuman termasuk barang seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang perlu distribusi ke pasar dan supermarket
4) Angkutan untuk pengedaran uang
5) Angkutan BBM/BBG
6) Angkutan truk barang untuk keperluan distribusi bahan baku industri manufaktur dan assembling
7) Angkutan truk barang untuk keperluan ekspor dan impor
8) Angkutan truk barang dan bus untuk keperluan distribusi barang kiriman (kurir servis, titipan kilat, dan sejenisnya)
9) Angkutan bus jemputan karyawan industri manufaktur dan assembling
10) Angkutan kapal penyeberangan
-27-
c. Transportasi untuk layanan kebakaran, layanan hukum dan ketertiban, dan layanan darurat tetap berjalan.
d. Operasi kereta api, bandar udara dan pelabuhan laut, termasuk bandar udara dan pelabuhan laut TNI/POLRI, untuk pergerakan kargo, bantuan dan evakuasi, dan organisasi operasional terkait tetap berjalan.
7. Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan
Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan dikecualikan pada kegiatan-kegiatan operasi militer/kepolisian baik sebagai unsur utama maupun sebagai unsur pendukung dengan cakupan sebagai berikut:
a. Kegiatan Operasi Militer:
1) Kegiatan operasi militer perang dan kegiatan operasi militer selain perang.
2) Kegiatan operasi militer yang dilaksanakan TNI untuk mendukung Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat daerah provinsi/kabupaten/kota.
3) Kegiatan operasi militer yang dilaksanakan TNI dalam rangka menghadapi kondisi darurat negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Kegiatan operasi POLRI:
1) Kegiatan operasi kepolisian terpusat maupun kewilayahan.
2) Kegiatan kepolisian yang dilaksanakan unsur kepolisian untuk mendukung Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat daerah provinsi/kabupaten/kota.
3) Kegiatan rutin kepolisian untuk tetap terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
-28-
E. PENUTUP
Pembatasan Sosial Berskala Besar akan berdampak pada pembatasan ruang gerak semua masyarakat di wilayah tersebut, sehingga penanggulangan COVID-19 dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat dapat berjalan efektif. Dalam menjalankan respons kedaruratan kesehatan masyarakat melalui pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar tersebut tetap mengedepankan keselamatan dan kepentingan masyarakat baik di tingkat nasional maupun daerah.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
TERAWAN AGUS PUTRANTO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar