UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa
dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, serta walikota dan wakil walikota yang demokratis, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan
wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota;
b.
bahwa
beberapa ketentuan penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota berdasarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan
menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, perlu dilakukan perubahan;
c.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang;
Mengingat :
1.
Pasal
18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23,
Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.
Pasal I
Beberapa
ketentuan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5656), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 3, angka 4,
angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, angka 11, angka 16, angka 21, angka 24,
angka 25, dan angka 28 diubah, serta angka 2 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut
Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota
untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. Dihapus.
3. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah peserta
Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh
partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan
atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling
rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam
Pemilihan.
7. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya
disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan
tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
8. KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9. KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai
penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
10. Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut
Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara
pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
11. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum
yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum dan merupakan satu kesatuan
fungsi penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan
wewenang dalam menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
12. Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya
disingkat PPK adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan atau nama lain.
13. Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya
disingkat PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya
disingkat KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan
pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya
disingkat TPS adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara untuk Pemilihan.
16. Bawaslu Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan
wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
17. Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disebut Panwas Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu
Provinsi yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
Kabupaten/Kota.
18. Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan yang
selanjutnya disebut Panwas Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwas
Kabupaten/Kota yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah Kecamatan.
19. Pengawas Pemilihan Lapangan yang selanjutnya disingkat
PPL adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
20. Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang
selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas
Kecamatan untuk membantu PPL.
21. Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut
Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi,
dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
22. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsure
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
24. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya
disebut DPRD Provinsi atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah di provinsi dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
25. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
yang selanjutnya disebut DPRD Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah di kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
26. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri.
28. Hari adalah hari kalender.
2. Ketentuan
Pasal 3 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun
sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Dihapus.
3. Ketentuan Pasal 4 dihapus.
4. Ketentuan
Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua)
tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan penyelenggaraan yang meliputi
penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan;
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan,
PPL, dan Pengawas TPS;
f. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau
Pemilihan;
g. penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih;
dan
h. pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih.
(3) Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Dihapus.
b. Dihapus.
c. pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
d. pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
e.
penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
g. pelaksanaan Kampanye;
h. pelaksanaan pemungutan suara;
i. penghitungan suara dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara;
j. penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil
Pemilihan; dan
l. pengusulan pengesahan pengangkatan calon
terpilih.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian
tahapan persiapan dan penyelenggaraan Pemilihan diatur dengan Peraturan KPU.
5. Ketentuan
Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1)
KPU
Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada
Presiden melalui Menteri.
(2)
KPU
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada
DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3)
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan
oleh Gubernur diteruskan kepada Menteri.
6. Ketentuan
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Warga negara
Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan
tingkat atas atau sederajat;
d. Dihapus.
e. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun
untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun
untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan
hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan
dengan surat keterangan catatan kepolisian;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
m.
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,
dan Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,
dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil
Walikota;
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan
diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur,
penjabat Bupati, dan penjabat Walikota;
r. tidak memiliki konflik kepentingan dengan
petahana;
s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur,
Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada
Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
t. mengundurkan diri sebagai anggota Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri
Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon; dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.
7. Ketentuan
ayat (2) dan ayat (3) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1)
Penyelenggaraan
Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2)
Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.
(3)
Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
8. Ketentuan
Pasal 10 huruf a diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
KPU dalam
penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a.
memperlakukan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b.
menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c.
melaksanakan
Keputusan DKPP; dan
d.
melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Di antara
Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 10A
KPU memegang
tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.
10. Ketentuan
Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Tugas dan
wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a.
merencanakan
program dan anggaran;
b.
merencanakan
dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
c.
menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS
dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari
KPU;
d.
menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e.
mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari
KPU;
f.
menerima
daftar Pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur;
g.
memutakhirkan
data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan data terakhir:
1.
pemilihan
umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
2.
pemilihan
umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3.
Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
h.
menetapkan
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
i.
menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU
Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan;
j.
membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k.
menerbitkan
Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan mengumumkannya;
l.
mengumumkan
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dan membuat berita
acaranya;
m.
melaporkan
hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
n.
menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya
dugaan pelanggaran Pemilihan;
o.
mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi
yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan;
p.
melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan/atau yang
berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q.
melaksanakan
pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r.
memberikan
pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan;
s.
melakukan
evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
t.
menyampaikan
laporan mengenai hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD
Provinsi; dan
u.
melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan
perundangundangan.
11. Ketentuan
Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
Dalam
pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Provinsi wajib:
a.
melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan
tepat waktu;
b.
memperlakukan
peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara adil dan setara;
c.
menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada
masyarakat;
d.
melaporkan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e.
menyampaikan
laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
f.
mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.
menyampaikan
laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur
kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h.
membuat
berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
i.
menyediakan
dan menyampaikan data hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di tingkat
Provinsi;
j.
melaksanakan
Keputusan DKPP; dan
k.
melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Ketentuan
Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Tugas dan
wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota meliputi:
a.
merencanakan
program dan anggaran;
b.
merencanakan
dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota;
c.
menyusun
dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilihan
Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan pedoman
dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
d.
menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e.
membentuk
PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dalam
wilayah kerjanya;
f.
mengoordinasikan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU
dan/atau KPU Provinsi;
g.
menerima
daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota;
h.
memutakhirkan
data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah
dengan memperhatikan data terakhir:
1.
pemilihan
umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
2.
pemilihan
umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3.
Pemilihan,
serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
i.
menerima
daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
j.
menetapkan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota yang telah memenuhi persyaratan;
k.
menetapkan
dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan;
l.
membuat
berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan KPU Provinsi;
m.
menerbitkan
Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
n.
mengumumkan
pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Wakil
Walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
o.
melaporkan
hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
p.
menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan
adanya dugaan pelanggaran Pemilihan;
q.
mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
r.
melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota
kepada masyarakat;
s.
melaksanakan
tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau
KPU Provinsi;
t.
melakukan
evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota;
u.
menyampaikan
hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota kepada KPU Provinsi, Gubernur, dan DPRD kabupaten/Kota; dan
v.
melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Ketentuan
Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
KPU
Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota wajib:
a.
melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan
Walikota dan Wakil Walikota dengan tepat waktu;
b.
memperlakukan
peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota secara adil dan setara;
c.
menyampaikan
semua informasi penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada masyarakat;
d.
melaporkan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e.
menyampaikan
laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui
Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f.
mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.
mengelola
barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h.
menyampaikan
laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui
Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada
Bawaslu Provinsi;
i.
membuat
berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
j.
menyampaikan
data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah
rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
k.
melaksanakan
Keputusan DKPP; dan
l.
melaksanakan
kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan
perundangundangan.
14. Ketentuan
Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Tugas, wewenang,
dan kewajiban PPS meliputi:
a.
membantu
KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar
Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
b.
membentuk
KPPS;
c.
melakukan
verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;
d.
mengusulkan
calon petugas pemutakhiran data Pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e.
mengumumkan
daftar Pemilih;
f.
menerima
masukan dari masyarakat tentang Daftar Pemilih Sementara;
g.
melakukan
perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara;
h.
menetapkan
hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada huruf g
untuk menjadi Daftar Pemilih Tetap;
i.
mengumumkan
Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada
KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
j.
menyampaikan
daftar Pemilih kepada PPK;
k.
melaksanakan
semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan
lain/Kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l.
mengumpulkan
hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
m. Dihapus.
n.
Dihapus.
o.
Dihapus.
p.
Dihapus.
q.
menjaga
dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah
kotak suara disegel;
r.
meneruskan
kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya
kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara
yang sudah disegel oleh KPPS;
s.
menindaklanjuti
dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh PPL;
t.
melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah kerjanya;
u.
melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPS kepada masyarakat;
v.
membantu
PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan, kecuali dalam hal penghitungan suara;
w.
melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan
PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x.
melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
15. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 4
(empat) pasal, yakni Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 22C, dan Pasal 22D yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 22A
(1)
Pengawasan
penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(2)
Pengawasan
penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Bawaslu
Provinsi.
(3)
Pengawasan
penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota dan
Wakil Walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota.
Pasal 22B
Tugas dan
wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a.
menyusun
dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah;
b.
mengoordinasikan
dan memantau tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
c.
melakukan
evaluasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
d.
menerima
laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan
Bawaslu
Kabupaten/Kota;
e.
memfasilitasi
pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan
tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan jika Provinsi,
Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan
Pemilihan secara berjenjang; dan
f.
melaksanakan
tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 22C
Bawaslu dalam
pengawasan penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a.
memperlakukan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b.
menyampaikan
semua informasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c.
melaksanakan
Keputusan DKPP; dan
d.
melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22D
Bawaslu memegang
tanggung jawab akhir atas pengawasan penyelenggaraan Pemilihan oleh Bawaslu
Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
16. Ketentuan Pasal 27 ditambahkan 2 (dua) ayat,
yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat
dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing TPS berdasarkan usulan PPL
kepada Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari
sebelum hari pemungutan suara Pemilihan dan dibubarkan 7 (tujuh) hari setelah
hari pemungutan suara Pemilihan.
(3) Tugas dan wewenang Pengawas TPS:
a. mengawasi persiapan pemungutan dan penghitungan
suara;
b. mengawasi pelaksanaan pemungutan suara;
c. mengawasi persiapan penghitungan suara;
d. mengawasi pelaksanaan penghitungan suara;
e. menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan
pelanggaran, kesalahan, dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan
suara; dan
f. menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan
dan penghitungan suara.
(4) Kewajiban Pengawas TPS:
a. menyampaikan laporan hasil pengawasan
pemungutan dan penghitungan suara;
b. menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan
yang terjadi di TPS kepada Panwas Kecamatan melalui PPL;
c. menyampaikan dokumen hasil pemungutan dan penghitungan
suara kepada PPL; dan
d. melaksanakan kewajiban lain yang diperintahkan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Ketentuan
Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan
dan penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan
tata cara pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur;
3. proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur;
4. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur;
5. pelaksanaan Kampanye;
6. pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di
wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota
yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
10. pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
dan
11. proses
penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
b. mengelola, memelihara, dan merawat
arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip
yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi
untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai
dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya
dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan oleh Penyelenggara Pemilihan di tingkat Provinsi;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan
pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan
sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas
temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilihan.
18. BAB V dihapus.
19. Ketentuan Pasal 37 dihapus.
20. BAB VI dihapus.
21. Ketentuan Pasal 38 dihapus.
22. Ketentuan
Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
Peserta
Pemilihan adalah:
a.
Pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diusulkan
oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau
b.
Pasangan
calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
23. Ketentuan
Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1)
Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika
telah memenuhi
a.
persyaratan
perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
di daerah yang bersangkutan.
(2)
Dalam
hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan
calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan
angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke
atas.
(3)
Dalam
hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon
menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu
hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(4)
Partai
Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat mengusulkan 1 (satu) pasangan calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan
lagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik lainnya.
24. Ketentuan
Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri
sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan
dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000
(dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000
(dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000
(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah
persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri
sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10%
(sepuluh persen);
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih
dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih
dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih
dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam
setengah persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi
Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.
25. Ketentuan
Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1)
Pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2)
Pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan
Partai Politik, atau perseorangan.
(3)
Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4)
Pendaftaran
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik
ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi
disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang
Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(5)
Pendaftaran
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai
Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat
Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon
yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(6)
Pendaftaran
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh
gabungan Partai Politik ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para sekretaris
Partai Politik di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para
sekretaris Partai Politik di tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan masing-masing
Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang
diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat provinsi dan/atau Pengurus
Parpol tingkat kabupaten/kota.
26. Ketentuan
Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
Masa pendaftaran
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
27. Ketentuan
Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1)
Pendaftaran
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
disertai dengan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan.
(2)
Dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan
ditandatangani oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf n, huruf o, huruf p,
huruf q, huruf s, huruf t, dan huruf u;
b. surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan secara
rohani dan jasmani dari tim dokter yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,
sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
f;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi
yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j;
d. surat keterangan tidak sedang memiliki
tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara, dari Pengadilan Negeri yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf k;
e. surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf l;
f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf h;
g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas
nama calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama calon, untuk masa 5 (lima)
tahun terakhir, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor
Pelayanan Pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada dalam 7 huruf m;
h. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani
oleh calon perseorangan dan bagi calon yang diusulkan dari Partai Politik atau gabungan
Partai Politik ditandatangani oleh calon, pimpinan Partai Politik atau pimpinan
gabungan Partai Politik;
i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik
dengan Nomor Induk Kependudukan;
j. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh
pihak yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf c;
k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf g;
l. pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota; dan
m. Dihapus.
n. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
28. Ketentuan
Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1)
Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk
apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2)
Dalam
hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik
yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah
yang sama.
(3)
Partai
Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(4)
Setiap
orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan
Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(5)
Dalam
hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan
setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai
Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota
dibatalkan.
(6)
Setiap
partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali
lipat dari nilai imbalan yang diterima.
29. Ketentuan
Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1)
Verifikasi
dukungan pasangan calon perseorangan untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dilakukan oleh KPU Provinsi dan untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota
yang dibantu oleh PPK dan PPS.
(2)
Pasangan
calon perseorangan menyerahkan dokumen syarat dukungan kepada PPS untuk
dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran
pasangan calon dimulai.
(3)
Verifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari
sejak dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan ke PPS.
(4)
Hasil
verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan
kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada pasangan calon.
(5)
PPK
melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan calon untuk
menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1
(satu) pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang
dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(6)
Hasil
verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU Kabupaten/Kota
dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada pasangan
calon.
(7)
Dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan oleh pasangan calon
perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(8)
KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah
dukungan pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan
dukungan kepada lebih dari 1 (satu) pasangan calon dan adanya informasi
manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(9)
Mekanisme
dan tata cara verifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
30. Ketentuan
Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1)
KPU
Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang
berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap
keabsahan persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)
Penelitian
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur.
(3)
Hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis
kepada Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan
paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)
Apabila
hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi
syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan
diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan
paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh
KPU Provinsi.
(5)
Dalam
hal pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang diajukan Partai
Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian
kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi
kesempatan untuk mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Provinsi diterima.
(6)
KPU
Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan Partai
Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak
kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)
Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang
diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik
tidak dapat mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
pengganti.
(8)
Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan
pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)
KPU
Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8).
(10)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
31. Ketentuan
Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1)
KPU
Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati atau pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan,
dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota.
(2)
Penelitian
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7
(tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(3)
Hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis
kepada Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan
paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)
Apabila
hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi
syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan
diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan
pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan
oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(5)
Dalam
hal pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai
Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan
persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan
untuk mengajukan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota pengganti
paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh
KPU Kabupaten/Kota diterima.
(6)
KPU
Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang kelengkapan dan/atau perbaikan
persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) dan memberitahukan hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan
Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)
Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan pasangan
calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik
tidak dapat mengajukan pengganti.
(8)
Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan
calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)
KPU
Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama
3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.
32. Ketentuan
Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1)
KPU
Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan pasangan
calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)
Berdasarkan
Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
dengan Keputusan KPU Provinsi.
(3)
Pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(4)
Pengundian
nomor urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dilaksanakan KPU
Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan
calon perseorangan.
(5)
Nomor
urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur bersifat tetap dan
sebagai dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6)
Pasangan
Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara
terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.
33. Ketentuan
Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1)
KPU
Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan
pasangan calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)
Berdasarkan
Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan
paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(3)
Pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(4)
Pengundian
nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota yang
disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan calon
perseorangan.
(5)
Nomor
urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota
dalam pengadaan surat suara.
(6)
Pasangan
Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara
terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.
34. Ketentuan
Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1)
Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik pasangan calonnya
dan/atau pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai
pasangan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)
Dalam
hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik menarik pasangan calonnya
dan/atau pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai
Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan
pasangan calon pengganti.
(3)
Pasangan
Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan
sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4)
Dalam
hal pasangan calon perseorangan mengundurkan diri dari pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, pasangan calon dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah) untuk pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
35. Ketentuan
Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
(1)
Dalam
hal pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada
saat dimulainya hari Kampanye, Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti
paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pasangan calon berhalangan tetap.
(2)
KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian persyaratan administrasi
pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3
(tiga) hari terhitung sejak tanggal pengusulan.
(3)
Dalam
hal pasangan calon pengganti berdasarkan hasil penelitian administrasi memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) hari KPU
Provinsi/Kabupaten/Kota, menetapkannya sebagai pasangan calon.
(4)
Dalam
hal pasangan berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat
dimulainya hari Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua)
orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
pengajuan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari.
(5)
Dalam
hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan
Pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat
diganti serta dinyatakan gugur.
(6)
Dalam
hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
pemungutan suara pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan
Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.
36. Ketentuan Pasal 55 dihapus.
37. Ketentuan
ayat (2) Pasal 57 diubah, sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara
Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal Warga Negara Indonesia tidak
terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat
pemungutan suara menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga,
paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga Negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
dan/atau
b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap.
(4) Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar
dalam daftar Pemilih dan pada saat pemungutan suara tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat
menggunakan hak memilihnya.
38. Ketentuan
Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
(1) Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang telah
dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi oleh Menteri digunakan sebagai
bahan penyusunan daftar Pemilih untuk Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga,
rukun warga, atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang telah memenuhi
persyaratan sebagai Pemilih paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya hasil
konsolidasi, verifikasi, dan validasi.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diserahkan kepada PPK untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih
tingkat PPK.
(4) Rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh PPK kepada KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari sejak selesainya pemutakhiran untuk
dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat kabupaten/kota, yang kemudian
ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara.
(5) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diumumkan secara luas dan melalui papan pengumuman rukun tetangga
dan rukun warga atau sebutan lain oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan
tanggapan dari masyarakat selama 10 (sepuluh) hari.
(6) PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan
masukan dan tanggapan dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak
masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berakhir.
(7) Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk
ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama 2
(dua) hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan Daftar Pemilih Tetap
berakhir.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran
data Pemilih diatur dengan Peraturan KPU.
39. Ketentuan
ayat (1) dan ayat (3) Pasal 59 diubah, sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 59
(1)
Penduduk
yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (7) diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2)
Penduduk
yang mempunyai hak pilih dan belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat mendaftarkan
diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk dicatat dalam Daftar Pemilih Tetap
Tambahan.
(3)
Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak pengumuman Daftar Pemilih Tetap.
(4)
Pemilih
tambahan yang sudah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberi surat
pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
40. Ketentuan
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 61
(1)
Dalam
hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam
daftar Pemilih tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau
identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)
Penggunaan
hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat
pemungutan suara yang berada di rukun tetangga atau rukun warga atau sebutan
lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik,
kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Sebelum
menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih
dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam daftar Pemilih
tambahan.
(4)
Penggunaan
hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam
sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.
41. Ketentuan
Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari
pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota
untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota.
(3) Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh
KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota
untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota
dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
42. Ketentuan
Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64
(1)
Pasangan
calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
(2)
Pasangan
Calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Penyampaian
materi Kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat
edukatif.
43. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (2) Pasal
65 diubah, sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa
elektronik; dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye
dan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
metode Kampanye diatur dengan Peraturan
KPU.
44. Ketentuan
ayat (3) Pasal 66 diubah, sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1)
Media
cetak dan media elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2)
Pemerintah
Daerah dapat memberikan kesempatan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan
Kampanye pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3)
Semua
yang hadir dalam pertemuan terbatas yang diadakan oleh pasangan calon hanya
dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan
calon yang bersangkutan.
(4)
KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk
menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5)
Pemasangan
alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika,
kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6)
Pemasangan
alat peraga Kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan
swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(7)
Alat
peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
hari pemungutan suara.
(8)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan alat peraga dan penyebaran bahan
Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.
45. Ketentuan
ayat (1) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1)
Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah
penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa
tenang.
(2)
Masa
tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 3 (tiga) hari
sebelum hari pemungutan suara.
46. Ketentuan
ayat (4) Pasal 68 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5),
sehingga Pasal 68 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan paling banyak
3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disiarkan secara langsung melalui lembaga penyiaran publik.
(3) Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai
integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu calon.
(4) Materi debat adalah visi dan misi Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta
Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam rangka:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memajukan daerah;
c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d. menyelesaikan persoalan daerah;
e. menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota
dan provinsi dengan nasional; dan
f. memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
kebangsaan.
(5) Moderator dilarang memberikan komentar,
penilaian, dan kesimpulan apapun terhadap penyampaian materi debat dari setiap
pasangan calon.
47. Ketentuan
huruf b Pasal 69 diubah, sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
Dalam Kampanye
dilarang:
a.
mempersoalkan
dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b.
menghina
seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau
Partai Politik;
c.
melakukan
Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik,
perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;
d.
menggunakan
kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan,
kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e.
mengganggu
keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f.
mengancam
dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari
pemerintahan yang sah;
g.
merusak
dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h.
menggunakan
fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
i.
menggunakan
tempat ibadah dan tempat pendidikan;
j.
melakukan
pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan
raya; dan/atau
k.
melakukan
kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota.
48. Ketentuan
Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, pasangan calon dilarang
melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah;
b.
aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan
perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah
dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang
sama, dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
jabatannya;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan
keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(4) Cuti Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.
(5) Izin cuti yang telah diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota
kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten, dan KPU Kota.
49. Ketentuan
Pasal 71 tetap, dengan perubahan penjelasan Pasal 71 ayat (2), sehingga
penjelasan Pasal 71 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi
pasal Undang-Undang ini.
50. Ketentuan
Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74
(1) Dana Kampanye pasangan calon yang diusulkan
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan
Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon; dan/atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(2) Dana Kampanye pasangan calon perseorangan
dapat diperoleh dari sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi
sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik
yang mengusulkan pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye
atas nama pasangan calon dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4) Pasangan calon perseorangan bertindak sebagai
penerima sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib
memiliki rekening khusus dana Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
(5) Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari perseorangan paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(6) Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dapat
menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung
untuk kegiatan Kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya
tidak melebihi sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(8) Penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel.
(9) Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan jumlah
penduduk, cakupan/luas wilayah, dan standar biaya daerah.
51. Ketentuan
ayat (1) dan ayat (5) Pasal 75 diubah, sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 75
(1)
Laporan
sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
ayat (5) dan ayat (6), disampaikan oleh pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota
dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari
sesudah masa Kampanye berakhir.
(2)
KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling lambat 2 (dua)
hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan dana
Kampanye.
(3)
Kantor
akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4)
Hasil
audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur dengan Peraturan KPU.
52. Ketentuan
Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan
dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga
swadaya masyarakat asing dan warga negara asing;
b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak
jelas identitasnya;
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
(2) Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan yang
menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan
menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye
berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai
Politik yang mengusulkan pasangan calon, yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan pasangan calon yang
diusulkan.
(4) Pasangan calon yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
pasangan calon.
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
53. Ketentuan
ayat (4) Pasal 87 diubah, sehingga Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 87
(1)
Pemilih
untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang.
(2)
TPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah
dijangkau.
(3)
Jumlah,
lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
(4)
Jumlah
surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam
Daftar Pemilih Tetap ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari Daftar
Pemilih Tetap sebagai cadangan.
(5)
Penggunaan
surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara.
54. Ketentuan
ayat (3) dan ayat (4) Pasal 89 diubah, sehingga Pasal 89 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 89
(1)
Pelaksanaan
pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS.
(2)
Pemberian
suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3)
Pelaksanaan
pemungutan suara disaksikan oleh saksi pasangan calon.
(4)
Saksi
pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat
tertulis dari pasangan calon.
(5)
Penanganan
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua)
orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
(6)
Pengawasan
pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL dan Pengawas TPS.
(7)
Pemantauan
pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi
oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
55. Ketentuan
Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan
kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan daftar Pemilih tetap,
Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto pasangan calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan daftar Pemilih tetap dan
daftar Pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan
kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan
suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.
56. Ketentuan
Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 91
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh
Pemilih.
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan
masyarakat.
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling
sedikit 2 (dua) anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan
calon.
57. Ketentuan
Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 94
Surat suara untuk
Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut,
foto, atau nama salah satu pasangan calon dalam surat suara.
58. Ketentuan
ayat (3) Pasal 95 diubah, sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95
(1)
Pemilih
yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
a.
Pemilih
yang terdaftar pada daftar Pemilih tetap dan daftar Pemilih tetap tambahan pada
TPS yang bersangkutan; dan
b.
Pemilih
yang terdaftar pada daftar Pemilih tambahan.
(2)
Pemilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan haknya untuk memilih di
TPS lain dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara
di TPS lain.
(3)
Dalam
hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih tetap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai domisili
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor,
dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4)
Dalam
hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS
tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota
melalui PPK.
59. Ketentuan
Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS
setelah pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan daftar Pemilih tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda
Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh
Pemilih karena rusak atau keliru ditandai.
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan
cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual dan/atau
elektronik.
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2
(dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitungan suara dilakukan sampai dengan
selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi pasangan calon, pengawas TPS,
pemantau, dan masyarakat.
(6) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate
dari pasangan calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan
saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat
menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8) Dalam hal terdapat proses penghitungan suara
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, saksi pasangan
calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPPS.
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi
pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diterima, KPPS seketika itu juga
mengadakan pembetulan.
(10)
Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi
pasangan calon.
(11)
Dalam hal terdapat anggota KPPS dan saksi pasangan calon yang hadir, tetapi
tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berita acara
dan sertifikat hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani oleh
anggota KPPS dan saksi pasangan calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(12)
KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon, PPL, PPS, PPK melalui PPS
serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada
tempat pengumuman di TPS selama 7 (tujuh) hari.
60. Ketentuan Pasal 100 dihapus.
61. Ketentuan Pasal 101 dihapus.
62. Ketentuan Pasal 102 dihapus.
63. Ketentuan
Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 103
Dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara, PPS wajib menyerahkan
kepada PPK:
a.
surat
suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota dari
TPS dalam kotak suara tersegel; dan
b.
berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS di wilayahnya.
64. Ketentuan
Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPS, PPK membuat berita acara
penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kecamatan yang
dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas Kecamatan, pemantau, dan
masyarakat.
(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate
dari pasangan calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara kepada
PPK.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi
pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika
itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara yang berasal dari seluruh TPS dalam wilayah kerja kecamatan yang
bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya 2
(dua) orang anggota PPK serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6) Dalam hal ketua dan anggota PPK dan saksi
pasangan calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani
oleh anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir yang bersedia
menandatangani.
(7) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di
PPK kepada para pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kecamatan
yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan
suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.
(8) PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan
suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPS diterima.
(9) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam
sampul khusus dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang disediakan yang pada
bagian luar ditempel label atau disegel.
(10)
PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(11)
Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) wajib diawasi oleh Panwas Kecamatan dan wajib dilaporkan
kepada Panwas Kabupaten/Kota.
65. Ketentuan
Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105
(1)
Setelah
menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPK, KPU
Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi
jumlah suara untuk tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi
pasangan calon, Panwas Kabupaten/Kota, pemantau, dan masyarakat.
(2)
Saksi
pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang
bersangkutan dan
menyerahkannya
kepada KPU Kabupaten/Kota.
(3)
Dalam
hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang hadir
dapat mengajukan keberatan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4)
Dalam
hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat diterima, KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan
pembetulan.
(5)
Setelah
selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam
wilayah kerja kabupaten/kota yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani
oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota
serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6)
Dalam
hal ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi pasangan calon yang hadir
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak bersedia menandatangani berita acara
dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, berita acara rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara ditandatangani oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi yang
bersedia.
(7)
KPU
Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada
pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan menempelkan
1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman
di KPU Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari.
(8)
Setelah
membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon
terpilih dalam pleno KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9)
KPU
Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
penetapan pasangan calon terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
66. Ketentuan
ayat (1) Pasal 106 diubah, sehingga Pasal 106 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil penghitungan
suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus
dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian
luar ditempel label atau disegel.
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan
mengamankan keutuhan kotak suara.
(4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta
kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diawasi oleh Bawaslu
Provinsi.
67. Ketentuan
Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107
(1)
Pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota terpilih.
(2)
Dalam
hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, pasangan calon yang memperoleh
dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di
kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.
68. Ketentuan
Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 108
(1)
Setelah
menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi
pasangan calon, Bawaslu Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2)
Saksi
pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang
bersangkutan dan
menyerahkannya
kepada KPU Provinsi.
(3)
Dalam
hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan
keberatan kepada KPU Provinsi.
(4)
Dalam
hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat diterima, KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)
Setelah
selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2
(dua) orang anggota KPU Provinsi serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(6)
Dalam
hal ketua dan anggota KPU Provinsi dan saksi pasangan calon yang hadir
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi tidak bersedia menandatangani, berita
acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pasangan calon gubernur dan
calon wakil gubernur ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi serta saksi
pasangan calon yang hadir.
(7)
KPU
Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para pasangan
calon atau saksi pasangan calon dan Bawaslu Provinsi dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU
Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(8)
Setelah
membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Provinsi menetapkan pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling lama 1 (satu)
hari.
(9)
KPU
Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari.
69. Ketentuan
Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109
(1)
Pasangan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak
ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
(2)
Dalam
hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih
merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan
sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
70. Ketentuan
Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 115
Rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi
dapat diulang jika terjadi keadaan sebagai berikut:
a.
kerusuhan
yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat
dilanjutkan;
b.
rekapitulasi
hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
c.
rekapitulasi
hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang
mendapatkan penerangan cahaya;
d.
rekapitulasi
hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e.
rekapitulasi
hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f.
saksi
pasangan calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau, dan masyarakat
tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara
jelas; dan/atau
g.
rekapitulasi
hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang
telah ditentukan.
71. Ketentuan
Pasal 116 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 116
(1)
Dalam
hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, saksi pasangan calon
dan pengawas penyelenggara Pemilihan dapat mengusulkan untuk dilaksanakan
rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi yang bersangkutan.
(2)
Rekapitulasi
hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi
harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan pelaksanaan rekapitulasi.
72. Ketentuan
ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga Pasal 117 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1)
Dalam
hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan suara
dari TPS dengan sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK dari TPS,
saksi pasangan calon tingkat Kecamatan dan saksi calon di TPS, Panwas
Kecamatan, atau PPL maka PPK melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS yang
bersangkutan.
(2)
Penghitungan
dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal
pemungutan suara.
73. Ketentuan
Pasal 118 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 118
Penghitungan
suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan
dengan cara membuka kotak suara yang hanya dilakukan di PPK.
74. Ketentuan
Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 119
(1)
Dalam
hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan
perolehan suara Pemilihan dari TPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pemilihan yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota
dan KPU Provinsi, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota dan saksi
pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas kecamatan,
maka KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi
ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(2)
Dalam
hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan
perolehan suara pemilihan bupati dan wakil bupati serta pemilihan walikota dan wakil
walikota dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
diterima oleh KPU Kabupaten/Kota, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota
dan saksi pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas Kecamatan,
maka KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi
ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3)
Dalam
hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dari PPK
dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima
oleh KPU Provinsi, saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat
provinsi dan saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat kecamatan,
bawaslu provinsi, maka KPU Provinsi melakukan pembetulan data melalui
pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Provinsi yang
bersangkutan.
75. Ketentuan
Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 122
(1) Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan
dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan
dilakukan oleh:
a.
KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan
meliputi 1 (satu) atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;
b.
KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan
meliputi 1 (satu) atau beberapa kecamatan; atau
c.
KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan
Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah kabupaten/kota
atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat
menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur susulan dilakukan oleh
Menteri atas usul KPU Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh
persen) jumlah Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih
terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota lanjutan atau pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota susulan dilakukan
oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
waktu pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan diatur dalam Peraturan KPU.
76. Ketentuan
ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
(1)
Lembaga
pemantau Pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah pelantikan pasangan Calon terpilih.
(2)
Lembaga
pemantau Pemilihan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Lembaga
pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
123 ayat (3), dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.
77. Ketentuan
Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga
pemantau mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir
pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur masing-masing di provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan;
d. alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota masing-masing di kabupaten/kota dan
kecamatan;
e. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah
yang ingin dipantau;
f. nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga pemantau;
g. pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
h. sumber dana.
(3) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan
penelitian terhadap kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
123.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi memberikan akreditasi kepada lembaga
pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
(5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) terpenuhi, KPU Kabupaten/Kota memberikan akreditasi kepada
lembaga pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati seta Walikota dan Wakil
Walikota.
78. Ketentuan
Pasal 127 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf g sehingga Pasal 127 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 127
Lembaga pemantau
Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan
oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau
tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk meninggalkan TPS atau
tempat penghitungan suara denganalasan keamanan;
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan
berlangsung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan
dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota, serta pengawas
penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara;
e. menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara
Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara
Pemilihan dan kepada Pemilih;
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara objektif
dan tidak berpihak; dan
g. membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang
akan disampaikan kepada pengawas Pemilihan.
79. Ketentuan
ayat (2) Pasal 130 diubah, sehingga Pasal 130 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 130
(1)
Setiap
anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal pemantau
Pemilihan dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2)
Kartu
tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(3)
Lembaga
pemantau Pemilihan wajib menaati dan mematuhi semua ketentuan yang berkenaan
dengan Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau Pemilihan.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.
80. Ketentuan
ayat (3) huruf a Pasal 131 diubah, sehingga Pasal 131 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 131
(1)
Untuk
mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi
masyarakat.
(2)
Partisipasi
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk
pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan
politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan
penghitungan cepat hasil Pemilihan.
(3)
Partisipasi
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilihan;
c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat
secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif
bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar.
81. Ketentuan
ayat (5) dan ayat (6) Pasal 134 diubah, sehingga Pasal 134 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 134
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota,
Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan pelanggaran Pemilihan
pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih pada Pemilihan setempat;
b. pemantau
Pemilihan; atau
c. peserta
Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat paling sedikit:
a. nama dan
alamat pelapor;
b. pihak
terlapor;
c. waktu dan
tempat kejadian perkara; dan
d. uraian
kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau
ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti
laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
(6) Dalam hal diperlukan, Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS dapat
meminta keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.
82. Ketentuan
Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 138
Pelanggaran
administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur,
dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan
pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilihan.
83. Ketentuan
huruf b Pasal 142 diubah, sehingga Pasal 142 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 142
Sengketa
Pemilihan terdiri atas:
a.
sengketa
antarpeserta Pemilihan; dan
b.
sengketa
antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
84. Ketentuan
Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 157
(1)
Perkara
perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2)
Badan
peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum
pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3)
Perkara
perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili
oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4)
Peserta
Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah
Konstitusi.
(5)
Peserta
Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(6)
Pengajuan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi alat bukti dan
Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan
suara.
(7)
Dalam
hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap,
pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga
kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah
Konstitusi.
(8)
Mahkamah
Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling lama
45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan.
(9)
Putusan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan
mengikat.
(10)
KPU
Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah
Konstitusi.
85. Ketentuan
Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara
dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000
(dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000
(dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5%
(satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000
(enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000
(dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Kabupaten/Kota; dan
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih
dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara
dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Kabupaten/Kota.
86. Ketentuan Pasal 159 dihapus.
87. Ketentuan
Pasal 160 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160
(1)
Pengesahan
pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan
berdasarkan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Provinsi yang
disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri.
(2)
Pengesahan
pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh
Presiden dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal
usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3)
Pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon
Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan pasangan
calon terpilih oleh KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD
Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Gubernur.
(4)
Pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon
Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling
lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima
secara lengkap.
88.
Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 160A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1)
Dalam
hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan pengesahan pengangkatan pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri dapat melakukan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih berdasarkan
usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2)
Dalam
hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan pengesahan pengangkatan pasangan
calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota
terpilih, Menteri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah dapat melakukan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan
calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan usulan KPU
Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(3)
Pengesahan
pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam
waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya usulan.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan pengangkatan pasangan calon terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
89. Ketentuan
Pasal 161 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 161
(1)
Gubernur
dan Wakil Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(2)
Sumpah/janji
Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
"Demi
Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Gubernur/Wakil Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan
segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti
kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3)
Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya
dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang
melantik.
(4)
Sumpah/janji
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya
bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala
Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada
masyarakat, nusa, dan bangsa."
90. Ketentuan
Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 162
(1)
Gubernur
dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang
jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
(2)
Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3)
Gubernur,
Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.
91. Ketentuan
Pasal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 163
(1)
Gubernur
dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.
(2)
Dalam
hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh
Wakil Presiden.
(3)
Dalam
hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur
dilakukan oleh Menteri.
92. Ketentuan
Pasal 164 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 164
(1)
Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di
ibu kota Provinsi yang bersangkutan.
(2)
Dalam
hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3)
Dalam
hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
93. Ketentuan
Pasal 165 diubah sehinggga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 165
Ketentuan
mengenai tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota diatur
dengan Peraturan Presiden.
94. Ketentuan
Pasal 166 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 166
(1)
Pendanaan
kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat
didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2)
Ketentuan
mengenai dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah diatur dengan
Peraturan Menteri.
95. Ketentuan Pasal 167 dihapus.
96. Ketentuan Pasal 168 dihapus.
97. Ketentuan Pasal 169 dihapus.
98. Ketentuan Pasal 170 dihapus.
99. Ketentuan Pasal 171 dihapus.
100. Ketentuan Pasal 172 dihapus.
101. Ketentuan
Pasal 173 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 173
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota:
a. berhalangan tetap; atau
b. berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, Wakil Gubernur, Wakil
Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) DPRD Provinsi menyampaikan kepada Presiden penetapan
Calon Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan
sebagai Gubernur melalui Menteri.
(3) DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan kepada
Menteri penetapan Calon Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati/Walikota melalui Gubernur.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota yang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
102. Ketentuan
Pasal 174 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 174
(1)
Dalam
hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(2)
Partai
politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan
calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.
(3)
Dalam
hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota berasal dari perseorangan tidak dapat menjalankan tugas karena
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian
jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang calonnya berasal dari partai
politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau
memiliki paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari perolehan suara dapat
mengajukan pasangan calon.
(4)
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan
hasil pemilihan kepada Presiden untuk Gubernur dan Wakil Gubernur melalui
Menteri dan untuk Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
kepada Menteri melalui Gubernur.
(6) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18
(delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur dan Menteri
menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian
jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
103. Ketentuan Pasal 175 dihapus.
104. Ketentuan
Pasal 176 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 176
(1)
Dalam
hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap,
berhenti, atau
diberhentikan,
pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme
pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan
usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik pengusung.
(2)
Dalam
hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon
perseorangan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil
Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
105. Ketentuan
Pasal 184 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 184
Setiap orang
yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan
surat palsu seolaholah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan
bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama
72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
106. Ketentuan
Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 185
Setiap orang
yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan
identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi calon Gubernur
dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon
Walikota dan calon Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
107. Ketentuan
Pasal 189 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 189
Calon Gubernur,
Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan
Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik
negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau
sebutan
lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau
paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
108. Ketentuan
Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 191
(1)
Calon
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon
Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah
penetapan pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
(2)
Pimpinan
Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja
menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan sengaja
mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
109. Ketentuan Pasal 192 dihapus.
110. Ketentuan
ayat (2) Pasal 193 diubah, sehingga Pasal 193 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak
menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112
tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi
dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja
tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan pasangan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja
tidak melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk
melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
(4) Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak
memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan
suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara pada saksi calon Gubernur
dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta calon
Walikota dan calon Wakil Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(5) Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan
kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara,
berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada
PPK pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf q, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
(6)
Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di
wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
111. Ketentuan
Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 195
Setiap orang
yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi
penghitungan suara hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh)
bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
112. Ketentuan
Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 196
Ketua dan
anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita
acara perolehan suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
113. Ketentuan
Pasal 197 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 197 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1)
Dalam
hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan perolehan hasil
Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00
(dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
(2)
Dihapus.
114. Ketentuan
Pasal 200 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 200
(1)
Pendanaan
kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada
tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2)
Dalam
hal kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada
tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016, pendanaannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
(3)
Bagi
daerah yang sedang melaksanakan tahapan Pemilihan, tahapan Pemilihan yang
sedang berjalan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
115. Ketentuan
Pasal 201 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan
bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan
Desember tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember
tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada
tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017.
(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada
tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni tahun 2018.
(4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2015 dilaksanakan pada tahun 2020.
(5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.
(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.
(7) Pemungutan suara serentak nasional dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2027.
(8) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat
penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan
pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan
Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan
pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan KPU.
116. Ketentuan
Pasal 202 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 202
Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang
tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang sebesar
gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun
untuk satu periode.
117.
Di antara Pasal 205 dan Pasal 206
disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 205A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205A
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang
merupakan
peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5656), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal II
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 18
Maret 2015
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 18
Maret 2015
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2015 NOMOR 57
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG
I. UMUM
Ketentuan Pasal
18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Untuk
mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut telah ditetapkan menjadi
undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan di
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang
telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dirasakan masih
terdapat beberapa inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila
dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara
lain:
a. Penyelenggara Pemilihan
Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala
daerah. Putusan
ini
mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilihan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya,
maka komisi pemilihan umum yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang menyelenggarakan
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Untuk mengatasi
masalah konstitusionalitas penyelenggara tersebut dan dengan mengingat tidak
mungkin menugaskan lembaga penyelenggara yang lain dalam waktu dekat ini, maka
di dalam Undang-Undang ini ditegaskan komisi pemilihan umum, badan pengawas
pemilihan umum beserta jajarannya, dan dewan kehormatan penyelenggara pemilihan
umum masing-masing diberi tugas menyelenggarakan, mengawasi, dan menegakkan
kode etik sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota secara berpasangan berdasarkan Undang-Undang ini.
b. Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan
Adanya
penambahan tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang diatur di dalam Perppu, yaitu
tahapan pendaftaran bakal calon dan tahapan uji publik, menjadikan adanya
penambahan waktu selama 6 enam bulan dalam penyelenggaraan Pemilihan. Untuk itu
Undang-Undang ini bermaksud menyederhanakan tahapan tersebut, sehingga terjadi
efisiensi anggaran dan efisiensi waktu yang tidak terlalu panjang dalam
penyelenggaraan tanpa harus mengorbankan asas pemilihan yang demokratis.
c. Pasangan Calon
Konsepsi di
dalam Perppu adalah calon kepala daerah dipilih tanpa wakil. Di dalam
Undang-Undang ini, konsepsi tersebut diubah kembali seperti mekanisme
sebelumnya, yaitu pemilihan secara berpasangan atau paket.
d. Persyaratan calon perseorangan
Penambahan
syarat dukungan bagi calon perseorangan dimaksudkan agar calon yang maju dari
jalur perseorangan benar-benar menggambarkan dan merepresentasikan dukungan
riil dari masyarakat sebagai bekal untuk maju ke ajang Pemilihan.
e. Penetapan calon terpilih
Salah satu aspek
penting yang diperhatikan dalam penyelenggaraan Pemilihan adalah efisiensi
waktu dan anggaran. Berdasarkan hal tersebut, perlu diciptakan sebuah sistem
agar pemilihan hanya dilakukan dalam satu putaran, namun dengan tetap
memperhatikan aspek legitimasi calon kepala daerah terpilih. Berdasarkan hal tersebut,
Undang-Undang ini menetapkan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
f. Persyaratan Calon
Penyempurnaan
persyaratan calon di dalam Undang-Undang ini bertujuan agar lebih tercipta
kualitas gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota
dan wakil walikota yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta
memenuhi unsur akseptabilitas.
g. Pemungutan suara secara serentak
Konsepsi
pemungutan suara serentak menuju pemungutan suara serentak secara nasional yang
diatur di dalam Perppu perlu disempurnakan mengingat akan terjadi pemotongan
periode masa jabatan yang sangat lama dan masa jabatan penjabat menjadi terlalu
lama. Undang-Undang ini memformulasikan ulang tahapan menuju pemilu serentak
nasional tersebut dengan mempertimbangkan pemotongan periode masa jabatan yang
tidak terlalu lama dan masa jabatan penjabat yang tidak terlalu lama; kesiapan
penyelenggara pemilihan; serta dengan memperhatikan pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak pada tahun 2019.
Selain hal-hal
tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan beberapa ketentuan teknis
lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1Cukup
jelas.
Angka 2
Pasal 3Cukup
jelas.
Angka 3
Pasal 4Dihapus.
Angka 4
Pasal 5Cukup
jelas.
Angka 5
Pasal 6Cukup
jelas.
Angka 6
Pasal 7
Huruf aCukup
jelas.
Huruf bCukup
jelas.
Huruf cCukup
jelas.
Huruf dDihapus.
Huruf eCukup
jelas.
Huruf fCukup
jelas.
Huruf g Persyaratan
ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya,
terhitung 5 (lima) tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal
calon dalam pemilihan
jabatan publik
yang dipilih (elected official) dan yang bersangkutan mengemukakan
secara jujur dan
terbuka kepada
publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan
berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan
dari ketentuan ini.
Huruf hCukup
jelas.
Huruf iDihapus.
Huruf jCukup
jelas.
Huruf kCukup
jelas.
Huruf lCukup
jelas.
Huruf mCukup
jelas.
Huruf nCukup
jelas.
Huruf oCukup
jelas.
Huruf pCukup
jelas.
Huruf q Ketentuan
ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota
mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
Huruf r Yang
dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah
tidak
memiliki
hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat
lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua,
paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1
(satu) kali masa jabatan.
Huruf sCukup
jelas.
Huruf tCukup
jelas.
Huruf uCukup
jelas.
Angka 7
Pasal 8Cukup
jelas.
Angka 8
Pasal 10Cukup
jelas.
Angka 9
Pasal 10ACukup
jelas.
Angka 10
Pasal 11Cukup
jelas.
Angka 11
Pasal 12Cukup
jelas.
Angka 12
Pasal 13Cukup
jelas.
Angka 13
Pasal 14Cukup
jelas.
Angka 14
Pasal 20Cukup
jelas.
Angka 15
Pasal 22ACukup
jelas.
Pasal 22BCukup
jelas.
Pasal 22CCukup
jelas.
Pasal 22DCukup
jelas.
Angka 16
Pasal 27Cukup
jelas.
Angka 17
Pasal 28Cukup
jelas.
Angka 18
BAB V Dihapus.
Angka 19
Pasal 37Dihapus.
Angka 20
BAB VI Dihapus.
Angka 21
Pasal 38Dihapus.
Angka 22
Pasal 39Cukup
jelas.
Angka 23
Pasal 40Cukup
jelas.
Angka 24
Pasal 41Cukup
jelas.
Angka 25
Pasal 42Cukup
jelas.
Angka 26
Pasal 44Cukup
jelas.
Angka 27
Pasal 45Cukup
jelas.
Angka 28
Pasal 47
Ayat (1)Cukup
jelas.
Ayat (2)Cukup
jelas.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan “orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil
Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil Walikota.
Ayat (5)Cukup
jelas.
Ayat (6)Cukup
jelas.
Angka 29
Pasal 48Cukup
jelas.
Angka 30
Pasal 49Cukup
jelas.
Angka 31
Pasal 50Cukup
jelas.
Angka 32
Pasal 51Cukup
jelas.
Angka 33
Pasal 52Cukup
jelas.
Angka 34
Pasal 53Cukup
jelas.
Angka 35
Pasal 54Cukup
jelas.
Angka 36
Pasal 55Dihapus.
Angka 37
Pasal 57Cukup
jelas.
Angka 38
Pasal 58
Ayat (1)Cukup
jelas.
Ayat
(2)Pemutakhiran data pemilih adalah menambah dan/atau mengurangi calon pemilih
sesuai dengan
kondisi nyata di
lapangan, bukan untuk merubah elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Ayat (4)Cukup
jelas.
Ayat (5)Cukup
jelas.
Ayat (6)Cukup
jelas.
Ayat (7)Cukup
jelas.
Ayat (8)Cukup
jelas.
Angka 39
Pasal 59Cukup
jelas.
Angka 40
Pasal 61Cukup
jelas.
Angka 41
Pasal 63Cukup
jelas.
Angka 42
Pasal 64Cukup
jelas.
Angka 43
Pasal 65Cukup
jelas.
Angka 44
Pasal 66Cukup
jelas.
Angka 45
Pasal 67Cukup
jelas.
Angka 46
Pasal 68Cukup
jelas.
Angka 47
Pasal 69
Huruf aCukup
jelas.
Huruf bCukup
jelas.
Huruf cKetentuan
dalam huruf ini dikenal dengan istilah Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf dCukup
jelas.
Huruf eCukup
jelas.
Huruf fCukup
jelas.
Huruf gCukup
jelas.
Huruf hCukup
jelas.
Huruf iCukup
jelas.
Huruf jCukup
jelas.
Huruf kCukup
jelas.
Angka 48
Pasal 70Cukup
jelas.
Angka 49
Pasal 71
Ayat (1)Cukup
jelas.
Ayat (2)
Dalam hal
terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk
pejabat pelaksana tugas.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Ayat (4)Cukup
jelas.
Angka 50
Pasal 74Cukup
jelas.
Angka 51
Pasal 75Cukup
jelas.
Angka 52
Pasal 76Cukup
jelas.
Angka 53
Pasal 87Cukup
jelas.
Angka 54
Pasal 89Cukup
jelas.
Angka 55
Pasal 90Cukup
jelas.
Angka 56
Pasal 91Cukup
jelas.
Angka 57
Pasal 94Cukup
jelas.
Angka 58
Pasal 95Cukup
jelas.
Angka 59
Pasal 98Cukup
jelas.
Angka 60
Pasal
100Dihapus.
Angka 61
Pasal
101Dihapus.
Angka 62
Pasal
102Dihapus.
Angka 63
Pasal 103Cukup
jelas.
Angka 64
Pasal 104Cukup
jelas.
Angka 65
Pasal 105Cukup
jelas.
Angka 66
Pasal 106Cukup
jelas.
Angka 67
Pasal 107Cukup
jelas.
Angka 68
Pasal 108Cukup
jelas.
Angka 69
Pasal 109Cukup jelas.
Angka 70
Pasal 115Cukup
jelas.
Angka 71
Pasal 116Cukup
jelas.
Angka 72
Pasal 117Cukup
jelas.
Angka 73
Pasal 118Cukup
jelas.
Angka 74
Pasal 119Cukup
jelas.
Angka 75
Pasal 122Cukup
jelas.
Angka 76
Pasal 124Cukup
jelas.
Angka 77
Pasal 125Cukup
jelas.
Angka 78
Pasal 127Cukup
jelas.
Angka 79
Pasal 130Cukup
jelas.
Angka 80
Pasal 131Cukup
jelas.
Angka 81
Pasal 134Cukup
jelas.
Angka 82
Pasal 138Cukup
jelas.
Angka 83
Pasal 142Cukup
jelas.
Angka 84
Pasal 157Cukup
jelas.
Angka 85
Pasal 158Cukup
jelas.
Angka 86
Pasal
159Dihapus.
Angka 87
Pasal 160Cukup
jelas.
Angka 88
Pasal 160ACukup
jelas.
Angka 89
Pasal 161Cukup
jelas.
Angka 90
Pasal 162Cukup
jelas.
Angka 91
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima
jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota provinsi.
Ayat (2)Cukup
jelas.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Angka 92
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima
jabatan Bupati/Walikota dilakukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)Cukup
jelas.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Angka 93
Pasal 165Cukup
jelas.
Angka 94
Pasal 166Cukup
jelas.
Angka 95
Pasal
167Dihapus.
Angka 96
Pasal
168Dihapus.
Angka 97
Pasal
169Dihapus.
Angka 98
Pasal
170Dihapus.
Angka 99
Pasal
171Dihapus.
Angka 100
Pasal
172Dihapus.
Angka 101
Pasal 173Cukup
jelas.
Angka 102
Pasal 174
Ayat (1)Cukup
jelas.
Ayat (2)
Dua pasangan
calon yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal keduanya
berhenti atau
diberhentikan secara bersamaan.
Ayat (3)Cukup
jelas.
Ayat (4)Cukup
jelas.
Ayat (5)Cukup
jelas.
Ayat (6)Cukup
jelas.
Ayat (7)Cukup
jelas.
Angka 103
Pasal
175Dihapus.
Angka 104
Pasal 176Cukup
jelas.
Angka 105
Pasal 184Cukup
jelas.
Angka 106
Pasal 185Cukup
jelas.
Angka 107
Pasal 189Cukup
jelas.
Angka 108
Pasal 191Cukup
jelas.
Angka 109
Pasal
192Dihapus.
Angka 110
Pasal 193Cukup
jelas.
Angka 111
Pasal 195Cukup
jelas.
Angka 112
Pasal 196Cukup
jelas.
Angka 113
Pasal 197
Ayat (1)Cukup
jelas.
Ayat (2)Dihapus.
Angka 114
Pasal 200Cukup
jelas.
Angka 115
Pasal 201Cukup
jelas.
Angka 116
Pasal 202Cukup
jelas.
Angka 117
Pasal 205ACukup
jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5678
Tidak ada komentar:
Posting Komentar