Minggu, 25 Maret 2018

UU Pilkada - UU Nomor 8 Tahun 2015


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.    bahwa dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang demokratis, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota;
b.    bahwa beberapa ketentuan penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, perlu dilakukan perubahan;
c.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang;

Mengingat :
1.    Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 21, dan 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :    UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 3, angka 4, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, angka 11, angka 16, angka 21, angka 24, angka 25, dan angka 28 diubah, serta angka 2 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
2. Dihapus.
3. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan.
7. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
8. KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9. KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
10. Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
11. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
12. Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan atau nama lain.
13. Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara untuk Pemilihan.
16. Bawaslu Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi  sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
17. Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kabupaten/Kota.
18. Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disebut Panwas Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan.
19. Pengawas Pemilihan Lapangan yang selanjutnya disingkat PPL adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
20. Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk membantu PPL.
21. Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
22. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
24. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut DPRD Provinsi atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di provinsi dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
25. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut DPRD Kabupaten/Kota atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
26. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
28. Hari adalah hari kalender.


2. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1)   Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)   Dihapus.

3. Ketentuan Pasal 4 dihapus.

4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1)   Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2)   Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan;
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan;
g. penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih; dan
h. pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih.
(3)   Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Dihapus.
b. Dihapus.
c. pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
d. pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
e. penelitian persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
g. pelaksanaan Kampanye;
h. pelaksanaan pemungutan suara;
i.   penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;
j.   penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
l.   pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan persiapan dan penyelenggaraan Pemilihan diatur dengan Peraturan KPU.

5. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1)     KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada Presiden melalui Menteri.
(2)     KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3)     Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh Gubernur diteruskan kepada Menteri.

6. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. Dihapus.
e. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
i.   tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian;
j.   menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l.   tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota;
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota;
r.   tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;
s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
t.   mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon; dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

7. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1)     Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)     Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.
(3)     Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.

8. Ketentuan Pasal 10 huruf a diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a.         memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b.        menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c.         melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d.        melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

10. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur meliputi:
a.    merencanakan program dan anggaran;
b.    merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
c.    menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
d.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e.    mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
f.     menerima daftar Pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
g.    memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1.    pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
2.    pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3.    Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
h.    menetapkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
i.      menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan;
j.      membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;
k.    menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan mengumumkannya;
l.      mengumumkan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m.  melaporkan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
n.    menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilihan;
o.    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
p.    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q.    melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r.     memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
s.     melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
t.     menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD Provinsi; dan
u.    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan.

11. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Provinsi wajib:
a.    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan tepat waktu;
b.    memperlakukan peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara adil dan setara;
c.    menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada
masyarakat;
d.   melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e.    menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU dan Menteri;
f.     mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.    menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h.    membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
i.      menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di tingkat Provinsi;
j.      melaksanakan Keputusan DKPP; dan
k.    melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

12. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota meliputi:
a.    merencanakan program dan anggaran;
b.    merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
c.    menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
d.   menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e.    membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dalam wilayah kerjanya;
f.     mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g.    menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
h.    memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1.    pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
2.    pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3.    Pemilihan, serta menetapkannya sebagai daftar Pemilih;
i.      menerima daftar Pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
j.      menetapkan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang telah memenuhi persyaratan;
k.    menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
l.      membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
m.  menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;
n.    mengumumkan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
o.    melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
p.    menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilihan;
q.    mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
r.     melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
s.     melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t.     melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota;
u.    menyampaikan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPU Provinsi, Gubernur, dan DPRD kabupaten/Kota; dan
v.    melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota wajib:
a.    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan tepat waktu;
b.    memperlakukan peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota secara adil dan setara;
c.    menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada masyarakat;
d.   melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e.    menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f.     mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.    mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h.    menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu Provinsi;
i.      membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j.      menyampaikan data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta  Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
k.    melaksanakan Keputusan DKPP; dan
l.      melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan.

14. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a.    membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
b.    membentuk KPPS;
c.    melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;
d.   mengusulkan calon petugas pemutakhiran data Pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e.    mengumumkan daftar Pemilih;
f.     menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar Pemilih Sementara;
g.    melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara;
h.    menetapkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk menjadi Daftar Pemilih Tetap;
i.      mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK;
j.      menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k.    melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l.      mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
m.  Dihapus.
n.    Dihapus.
o.    Dihapus.
p.    Dihapus.
q.    menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel;
r.     meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
s.     menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh PPL;
t.     melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya;
u.    melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPS kepada masyarakat;
v.    membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan, kecuali dalam hal penghitungan suara;
w.  melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x.    melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

15. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 22C, dan Pasal 22D yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
(1)     Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota.
(2)     Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi.
(3)     Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten/Kota.

Pasal 22B
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a.    menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah;
b.    mengoordinasikan dan memantau tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
c.    melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan;
d.   menerima laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilihan dari Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota;
e.    memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilihan secara berjenjang; dan
f.     melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 22C
Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a.    memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara;
b.    menyampaikan semua informasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c.    melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d.   melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22D
Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas pengawasan penyelenggaraan Pemilihan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.

16. Ketentuan Pasal 27 ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1)   Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-masing TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2)   Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum hari pemungutan suara Pemilihan dan dibubarkan 7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.
(3)   Tugas dan wewenang Pengawas TPS:
a. mengawasi persiapan pemungutan dan penghitungan suara;
b. mengawasi pelaksanaan pemungutan suara;
c. mengawasi persiapan penghitungan suara;
d. mengawasi pelaksanaan penghitungan suara;
e. menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan, dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan suara; dan
f. menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan dan penghitungan suara.
(4)   Kewajiban Pengawas TPS:
a. menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara;
b. menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilihan yang terjadi di TPS kepada Panwas Kecamatan melalui PPL;
c. menyampaikan dokumen hasil pemungutan dan penghitungan suara kepada PPL; dan
d. melaksanakan kewajiban lain yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
(1)   Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur;
3. proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
4. penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
5. pelaksanaan Kampanye;
6. pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan; dan
11. proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
b. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara Pemilihan di tingkat Provinsi;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
i.   melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
(2)   Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.

18. BAB V dihapus.
19. Ketentuan Pasal 37 dihapus.

20. BAB VI dihapus.
21. Ketentuan Pasal 38 dihapus.

22. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a.    Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau
b.    Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

23. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1)     Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi
a.         persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2)     Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3)     Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4)     Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu) pasangan calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik lainnya.

24. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
(1)   Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.
(2)   Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.
(3)   Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4)   Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.


25. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1)     Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(2)     Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(3)     Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4)     Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(5)     Pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.
(6)     Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh gabungan Partai Politik ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan masing-masing Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat provinsi dan/atau Pengurus Parpol tingkat kabupaten/kota.

26. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
Masa pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

27. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1)     Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota disertai dengan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan.
(2)     Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, huruf s, huruf t, dan huruf u;
b. surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan secara rohani dan jasmani dari tim dokter yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j;
d. surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf k;
e. surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf l;
f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h;
g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama calon, untuk masa 5 (lima) tahun terakhir, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada dalam 7 huruf m;
h. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani oleh calon perseorangan dan bagi calon yang diusulkan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon, pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;
i.   fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan Nomor Induk Kependudukan;
j.   fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c;
k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g;
l.   pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; dan
m. Dihapus.
n. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

28. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1)     Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2)     Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3)     Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4)     Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
(5)     Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.
(6)     Setiap partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

29. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1)     Verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh KPU Provinsi dan untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.
(2)     Pasangan calon perseorangan menyerahkan dokumen syarat dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.
(3)     Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan ke PPS.
(4)     Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada pasangan calon.
(5)     PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(6)     Hasil verifikasi dukungan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada pasangan calon.
(7)     Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan oleh pasangan calon perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(8)     KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(9)     Mekanisme dan tata cara verifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

30. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1)     KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)     Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(3)     Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)     Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi.
(5)     Dalam hal pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang diajukan Partai Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi diterima.
(6)     KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)     Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti.
(8)     Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)     KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

31. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1)     KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)     Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(3)     Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4)     Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(5)     Dalam hal pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota  pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(6)     KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7)     Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan pasangan calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan pengganti.
(8)     Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.
(9)     KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

32. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1)     KPU Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan pasangan calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(2)     Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.
(3)     Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(4)     Pengundian nomor urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dilaksanakan KPU Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan calon perseorangan.
(5)     Nomor urut pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6)     Pasangan Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

33. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1)     KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan pasangan calon dalam Berita Acara Penetapan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(2)     Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(3)     Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
(4)     Pengundian nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota yang disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan pasangan calon perseorangan.
(5)     Nomor urut pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota dalam pengadaan surat suara.
(6)     Pasangan Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

34. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1)     Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)     Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan pasangan calon pengganti.
(3)     Pasangan Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4)     Dalam hal pasangan calon perseorangan mengundurkan diri dari pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, pasangan calon dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

35. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
(1)     Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya hari Kampanye, Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak pasangan calon berhalangan tetap.
(2)     KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian persyaratan administrasi pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal pengusulan.
(3)     Dalam hal pasangan calon pengganti berdasarkan hasil penelitian administrasi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) hari KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, menetapkannya sebagai pasangan calon.
(4)     Dalam hal pasangan berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya hari Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari.
(5)     Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.
(6)     Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.

36. Ketentuan Pasal 55 dihapus.

37. Ketentuan ayat (2) Pasal 57 diubah, sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
(1)   Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2)   Dalam hal Warga Negara Indonesia tidak terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat pemungutan suara menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau
b.  tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap.
(4)   Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar Pemilih dan pada saat pemungutan suara tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat menggunakan hak memilihnya.

38. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
(1)   Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang telah dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi oleh Menteri digunakan sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih untuk Pemilihan.
(2)   Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga, rukun warga, atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang telah memenuhi persyaratan sebagai Pemilih paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya hasil konsolidasi, verifikasi, dan validasi.
(3)   Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada PPK untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat PPK.
(4)   Rekapitulasi daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh PPK kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari sejak selesainya pemutakhiran untuk dilakukan rekapitulasi daftar Pemilih tingkat kabupaten/kota, yang kemudian ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Sementara.
(5)   Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan secara luas dan melalui papan pengumuman rukun tetangga dan rukun warga atau sebutan lain oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat selama 10 (sepuluh) hari.
(6)   PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.
(7)   Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan Daftar Pemilih Tetap berakhir.
(8)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran data Pemilih diatur dengan Peraturan KPU.

39. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 59 diubah, sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1)     Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (7) diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.
(2)     Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat mendaftarkan diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk dicatat dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan.
(3)     Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman Daftar Pemilih Tetap.
(4)     Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberi surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.

40. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1)     Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam daftar Pemilih tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)     Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan suara yang berada di rukun tetangga atau rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)     Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam daftar Pemilih tambahan.
(4)     Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.

41. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(1)   Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
(2)   Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
(3)   Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

42. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64
(1)     Pasangan calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
(2)     Pasangan Calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)     Penyampaian materi Kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif.

43. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (2) Pasal 65 diubah, sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
(1)   Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau
g.  kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)   Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.

44. Ketentuan ayat (3) Pasal 66 diubah, sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1)     Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2)     Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan Kampanye pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3)     Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan.
(4)     KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5)     Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)     Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.
(7)     Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(8)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan alat peraga dan penyebaran bahan Kampanye diatur  dengan Peraturan KPU.

45. Ketentuan ayat (1) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1)     Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2)     Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.

46. Ketentuan ayat (4) Pasal 68 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5), sehingga Pasal 68 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1)   Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)   Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan secara langsung melalui lembaga penyiaran publik.
(3)   Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu calon.
(4)   Materi debat adalah visi dan misi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam rangka:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memajukan daerah;
c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d. menyelesaikan persoalan daerah;
e. menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional; dan
f. memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kebangsaan.
(5)   Moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan kesimpulan apapun terhadap penyampaian materi debat dari setiap pasangan calon.

47. Ketentuan huruf b Pasal 69 diubah, sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a.    mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;
c.    melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;
d.   menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e.    mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f.     mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;
g.    merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h.    menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
i.      menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
j.      melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya; dan/atau
k.    melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

48. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 70
(1)   Dalam Kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2)   Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(4)   Cuti Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.
(5)   Izin cuti yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten, dan KPU Kota.

49. Ketentuan Pasal 71 tetap, dengan perubahan penjelasan Pasal 71 ayat (2), sehingga penjelasan Pasal 71 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang ini.

50. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74
(1)   Dana Kampanye pasangan calon yang diusulkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon; dan/atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(2)   Dana Kampanye pasangan calon perseorangan dapat diperoleh dari sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3)   Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye atas nama pasangan calon dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4)   Pasangan calon perseorangan bertindak sebagai penerima sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(5)   Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari perseorangan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(6)   Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan Kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)   Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) harus mencantumkan identitas yang jelas.
(8)   Penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
(9)   Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupan/luas wilayah, dan standar biaya daerah.

51. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 75 diubah, sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75
(1)     Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dan ayat (6), disampaikan oleh pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa Kampanye berakhir.
(2)     KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3)     Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4)     Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur dengan Peraturan KPU.

52. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
(1)   Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing;
b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau sebutan lain.
(2)   Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3)   Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan pasangan calon yang diusulkan.
(4)   Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai pasangan calon.
(5)   Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

53. Ketentuan ayat (4) Pasal 87 diubah, sehingga Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 87
(1)     Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang.
(2)     TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau.
(3)     Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4)     Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan.
(5)     Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara.

54. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 89 diubah, sehingga Pasal 89 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 89
(1)     Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS.
(2)     Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3)     Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi pasangan calon.
(4)     Saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari pasangan calon.
(5)     Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
(6)     Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL dan Pengawas TPS.
(7)     Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

55. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90
(1)   Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;
b. pengumuman dengan menempelkan daftar Pemilih tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto pasangan calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan daftar Pemilih tetap dan daftar Pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas TPS.
(2)   Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.

56. Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 91
(1)   Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2)   Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat.
(3)   Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

57. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 94
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu pasangan calon dalam surat suara.

58. Ketentuan ayat (3) Pasal 95 diubah, sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95
(1)     Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
a.    Pemilih yang terdaftar pada daftar Pemilih tetap dan daftar Pemilih tetap tambahan pada TPS yang bersangkutan; dan
b.    Pemilih yang terdaftar pada daftar Pemilih tambahan.
(2)     Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain.
(3)     Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4)     Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.

59. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 98
(1)   Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.
(2)   Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar Pemilih tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau keliru ditandai.
(3)   Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik.
(4)   Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5)   Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi pasangan calon, pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat.
(6)   Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.
(7)   Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8)   Dalam hal terdapat proses penghitungan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPPS.
(9)   Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8)  dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(11) Dalam hal terdapat anggota KPPS dan saksi pasangan calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani oleh anggota KPPS dan saksi pasangan calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(12) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon, PPL, PPS, PPK melalui PPS serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di TPS selama 7 (tujuh) hari.

60. Ketentuan Pasal 100 dihapus.

61. Ketentuan Pasal 101 dihapus.

62. Ketentuan Pasal 102 dihapus.

63. Ketentuan Pasal 103 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 103
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a.    surat suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota dari TPS dalam kotak suara tersegel; dan
b.    berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS di wilayahnya.

64. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104
(1)   Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPS, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kecamatan yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas Kecamatan, pemantau, dan masyarakat.
(2)   Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3)   Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara kepada PPK.
(4)   Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)   Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berasal dari seluruh TPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6)   Dalam hal ketua dan anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pasangan calon ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi pasangan calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(7)   PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada para pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.
(8)   PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPS diterima.
(9)   Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
(10) PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(11) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) wajib diawasi oleh Panwas Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Panwas Kabupaten/Kota.

65. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105
(1)     Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPK, KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Panwas Kabupaten/Kota, pemantau, dan masyarakat.
(2)     Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
(3)     Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4)     Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)     Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja kabupaten/kota yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
(6)     Dalam hal ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi pasangan calon yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak bersedia menandatangani berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara ditandatangani oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi yang bersedia.
(7)     KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari.
(8)     Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih dalam pleno KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9)     KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan calon terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

66. Ketentuan ayat (1) Pasal 106 diubah, sehingga Pasal 106 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1)   Dalam hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2)   Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian luar ditempel label atau disegel.
(3)   KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(4)   Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.

67. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107
(1)     Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.
(2)     Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.

68. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 108
(1)     Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, Bawaslu Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2)     Saksi pasangan calon harus membawa surat mandate dari pasangan calon yang bersangkutan dan
menyerahkannya kepada KPU Provinsi.
(3)     Dalam hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU Provinsi.
(4)     Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5)     Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
(6)     Dalam hal ketua dan anggota KPU Provinsi dan saksi pasangan calon yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi tidak bersedia menandatangani, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi serta saksi pasangan calon yang hadir.
(7)     KPU Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para pasangan calon atau saksi pasangan calon dan Bawaslu Provinsi dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(8)     Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPU Provinsi menetapkan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(9)     KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

69. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109
(1)     Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
(2)     Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.

70. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 115
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat diulang jika terjadi keadaan sebagai berikut:
a.    kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
b.    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
c.    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan cahaya;
d.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e.    rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f.     saksi pasangan calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau
g.    rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.

71. Ketentuan Pasal 116 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 116
(1)     Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, saksi pasangan calon dan pengawas penyelenggara Pemilihan dapat mengusulkan untuk dilaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
(2)     Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan pelaksanaan rekapitulasi.

72. Ketentuan ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga Pasal 117 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
(1)     Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPK dari TPS, saksi pasangan calon tingkat Kecamatan dan saksi calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka PPK melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
(2)     Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara.

73. Ketentuan Pasal 118 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 118
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka kotak suara yang hanya dilakukan di PPK.

74. Ketentuan Pasal 119 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 119
(1)     Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan dari TPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(2)     Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat hasil penghitungan perolehan suara pemilihan bupati dan wakil bupati serta pemilihan walikota dan wakil walikota dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU Kabupaten/Kota, saksi pasangan calon tingkat kabupaten/kota dan saksi pasangan calon tingkat kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3)     Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur dari PPK dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat provinsi dan saksi Peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur tingkat kecamatan, bawaslu provinsi, maka KPU Provinsi melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Provinsi yang bersangkutan.

75. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 122
(1)   Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan.
(2)   Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;
b. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kecamatan; atau
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota.
(3)   Dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah kabupaten/kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur susulan dilakukan oleh Menteri atas usul KPU Provinsi.
(4)   Dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota lanjutan atau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan diatur dalam Peraturan KPU.

76. Ketentuan ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
(1)     Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan pasangan Calon terpilih.
(2)     Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)     Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3), dicabut haknya sebagai pemantau Pemilihan.

77. Ketentuan Pasal 125 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 125
(1)   Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(2)   Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan administrasi yang meliputi:
a. profil organisasi lembaga pemantau;
b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur masing-masing di provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan;
d. alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota masing-masing di kabupaten/kota dan kecamatan;
e. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang ingin dipantau;
f. nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga pemantau;
g. pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
h. sumber dana.
(3)   KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian terhadap kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4)   Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
(5)   Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Kabupaten/Kota memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau pemilihan Bupati dan Wakil Bupati seta Walikota dan Wakil Walikota.

78. Ketentuan Pasal 127 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf g sehingga Pasal 127 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara denganalasan keamanan;
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota, serta pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara;
e. menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih;
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara objektif dan tidak berpihak; dan
g. membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang akan disampaikan kepada pengawas Pemilihan.

79. Ketentuan ayat (2) Pasal 130 diubah, sehingga Pasal 130 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 130
(1)     Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2)     Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
(3)     Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau Pemilihan.
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.

80. Ketentuan ayat (3) huruf a Pasal 131 diubah, sehingga Pasal 131 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 131
(1)     Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
(2)     Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan.
(3)     Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan;
c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar.

81. Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 134 diubah, sehingga Pasal 134 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 134
(1)   Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2)   Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih pada Pemilihan setempat;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3)   Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;            
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4)   Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5)   Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
(6)   Dalam hal diperlukan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.

82. Ketentuan Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 138
Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilihan.

83. Ketentuan huruf b Pasal 142 diubah, sehingga Pasal 142 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 142
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a.    sengketa antarpeserta Pemilihan; dan
b.    sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

84. Ketentuan Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 157
(1)     Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2)     Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3)     Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4)     Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi.
(5)     Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(6)     Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi alat bukti dan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
(7)     Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8)     Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan.
(9)     Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan mengikat.
(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

85. Ketentuan Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 158
(1)   Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
(2)   Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota; dan
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.

86. Ketentuan Pasal 159 dihapus.

87. Ketentuan Pasal 160 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160
(1)     Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan berdasarkan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri.
(2)     Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3)     Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui Gubernur.
(4)     Pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.

88. Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 160A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1)     Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri dapat melakukan pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
(2)     Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih, Menteri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah dapat melakukan pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(3)     Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya usulan.
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan pengangkatan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

89. Ketentuan Pasal 161 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 161
(1)     Gubernur dan Wakil Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(2)     Sumpah/janji Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur/Wakil Gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3)     Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.
(4)     Sumpah/janji Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."

90. Ketentuan Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 162
(1)     Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2)     Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3)     Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.

91. Ketentuan Pasal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 163
(1)     Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.
(2)     Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden.
(3)     Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri.

92. Ketentuan Pasal 164 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 164
(1)     Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan.
(2)     Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3)     Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

93. Ketentuan Pasal 165 diubah sehinggga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 165
Ketentuan mengenai tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

94. Ketentuan Pasal 166 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 166
(1)     Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)     Ketentuan mengenai dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.

95. Ketentuan Pasal 167 dihapus.
96. Ketentuan Pasal 168 dihapus.
97. Ketentuan Pasal 169 dihapus.
98. Ketentuan Pasal 170 dihapus.
99. Ketentuan Pasal 171 dihapus.
100. Ketentuan Pasal 172 dihapus.

101. Ketentuan Pasal 173 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 173
(1)   Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota:
a. berhalangan tetap; atau
b. berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2)   DPRD Provinsi menyampaikan kepada Presiden penetapan Calon Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan sebagai Gubernur melalui Menteri.
(3)   DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan kepada Menteri penetapan Calon Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diangkat dan disahkan sebagai Bupati/Walikota melalui Gubernur.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

102. Ketentuan Pasal 174 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 174
(1)     Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2)     Partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih.
(3)     Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota berasal dari perseorangan tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang calonnya berasal dari partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau memiliki paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari perolehan suara dapat mengajukan pasangan calon.
(4)     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(5)   Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil pemilihan kepada Presiden untuk Gubernur dan Wakil Gubernur melalui Menteri dan untuk Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota kepada Menteri melalui Gubernur.
(6)   Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan penjabat Bupati/Walikota.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

103. Ketentuan Pasal 175 dihapus.

104. Ketentuan Pasal 176 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 176
(1)     Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau
diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik pengusung.
(2)     Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

105. Ketentuan Pasal 184 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 184
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolaholah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

106. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Walikota dan calon Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

107. Ketentuan Pasal 189 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau
sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

108. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 191
(1)     Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2)     Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

109. Ketentuan Pasal 192 dihapus.

110. Ketentuan ayat (2) Pasal 193 diubah, sehingga Pasal 193 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 193
(1)   Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2)   Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3)   Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(4)   Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara pada saksi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(5)   Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf q, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
(6) Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

111. Ketentuan Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

112. Ketentuan Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 196
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan suara pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

113. Ketentuan Pasal 197 ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 197 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 197
(1)     Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)     Dihapus.

114. Ketentuan Pasal 200 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 200
(1)     Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2)     Dalam hal kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016, pendanaannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
(3)     Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang berjalan menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

115. Ketentuan Pasal 201 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 201
(1)   Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015.
(2)   Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017.
(3)   Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni tahun 2018.
(4)   Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada tahun 2020.
(5)   Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.
(6)   Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.
(7)   Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2027.
(8)   Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9)   Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan KPU.

116. Ketentuan Pasal 202 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 202
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.

117.   Di antara Pasal 205 dan Pasal 206 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 205A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 57


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM
Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut telah ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain:

a. Penyelenggara Pemilihan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan
ini mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, maka komisi pemilihan umum yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Untuk mengatasi masalah konstitusionalitas penyelenggara tersebut dan dengan mengingat tidak mungkin menugaskan lembaga penyelenggara yang lain dalam waktu dekat ini, maka di dalam Undang-Undang ini ditegaskan komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilihan umum beserta jajarannya, dan dewan kehormatan penyelenggara pemilihan umum masing-masing diberi tugas menyelenggarakan, mengawasi, dan menegakkan kode etik sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara berpasangan berdasarkan Undang-Undang ini.

b. Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan
Adanya penambahan tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang diatur di dalam Perppu, yaitu tahapan pendaftaran bakal calon dan tahapan uji publik, menjadikan adanya penambahan waktu selama 6 enam bulan dalam penyelenggaraan Pemilihan. Untuk itu Undang-Undang ini bermaksud menyederhanakan tahapan tersebut, sehingga terjadi efisiensi anggaran dan efisiensi waktu yang tidak terlalu panjang dalam penyelenggaraan tanpa harus mengorbankan asas pemilihan yang demokratis.

c. Pasangan Calon
Konsepsi di dalam Perppu adalah calon kepala daerah dipilih tanpa wakil. Di dalam Undang-Undang ini, konsepsi tersebut diubah kembali seperti mekanisme sebelumnya, yaitu pemilihan secara berpasangan atau paket.

d. Persyaratan calon perseorangan
Penambahan syarat dukungan bagi calon perseorangan dimaksudkan agar calon yang maju dari jalur perseorangan benar-benar menggambarkan dan merepresentasikan dukungan riil dari masyarakat sebagai bekal untuk maju ke ajang Pemilihan.

e. Penetapan calon terpilih
Salah satu aspek penting yang diperhatikan dalam penyelenggaraan Pemilihan adalah efisiensi waktu dan anggaran. Berdasarkan hal tersebut, perlu diciptakan sebuah sistem agar pemilihan hanya dilakukan dalam satu putaran, namun dengan tetap memperhatikan aspek legitimasi calon kepala daerah terpilih. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang ini menetapkan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

f. Persyaratan Calon
Penyempurnaan persyaratan calon di dalam Undang-Undang ini bertujuan agar lebih tercipta kualitas gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas.

g. Pemungutan suara secara serentak
Konsepsi pemungutan suara serentak menuju pemungutan suara serentak secara nasional yang diatur di dalam Perppu perlu disempurnakan mengingat akan terjadi pemotongan periode masa jabatan yang sangat lama dan masa jabatan penjabat menjadi terlalu lama. Undang-Undang ini memformulasikan ulang tahapan menuju pemilu serentak nasional tersebut dengan mempertimbangkan pemotongan periode masa jabatan yang tidak terlalu lama dan masa jabatan penjabat yang tidak terlalu lama; kesiapan penyelenggara pemilihan; serta dengan memperhatikan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak pada tahun 2019.
Selain hal-hal tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan beberapa ketentuan teknis lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 3Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 4Dihapus.
Angka 4
Pasal 5Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 6Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 7
Huruf aCukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dDihapus.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf g Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya, terhitung 5 (lima) tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan
jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan
terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iDihapus.
Huruf jCukup jelas.
Huruf kCukup jelas.
Huruf lCukup jelas.
Huruf mCukup jelas.
Huruf nCukup jelas.
Huruf oCukup jelas.
Huruf pCukup jelas.
Huruf q Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Huruf r Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah tidak
memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf sCukup jelas.
Huruf tCukup jelas.
Huruf uCukup jelas.
Angka 7
Pasal 8Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 10Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 10ACukup jelas.
Angka 10
Pasal 11Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 12Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 13Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 14Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 20Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 22ACukup jelas.
Pasal 22BCukup jelas.
Pasal 22CCukup jelas.
Pasal 22DCukup jelas.
Angka 16
Pasal 27Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 28Cukup jelas.
Angka 18
BAB V Dihapus.
Angka 19
Pasal 37Dihapus.
Angka 20
BAB VI Dihapus.
Angka 21
Pasal 38Dihapus.
Angka 22
Pasal 39Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 40Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 41Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 42Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 44Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 45Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 47
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil Walikota.
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 48Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 49Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 50Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 51Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 52Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 53Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 54Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 55Dihapus.
Angka 37
Pasal 57Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 58
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)Pemutakhiran data pemilih adalah menambah dan/atau mengurangi calon pemilih sesuai dengan
kondisi nyata di lapangan, bukan untuk merubah elemen data yang bersumber dari DP4.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Ayat (7)Cukup jelas.
Ayat (8)Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 59Cukup jelas.
Angka 40
Pasal 61Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 63Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 64Cukup jelas.
Angka 43
Pasal 65Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 66Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 67Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 68Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 69
Huruf aCukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cKetentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iCukup jelas.
Huruf jCukup jelas.
Huruf kCukup jelas.
Angka 48
Pasal 70Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 71
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat pelaksana tugas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Angka 50
Pasal 74Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 75Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 76Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 87Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 89Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 90Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 91Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 94Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 95Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 98Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 100Dihapus.
Angka 61
Pasal 101Dihapus.
Angka 62
Pasal 102Dihapus.
Angka 63
Pasal 103Cukup jelas.
Angka 64
Pasal 104Cukup jelas.
Angka 65
Pasal 105Cukup jelas.
Angka 66
Pasal 106Cukup jelas.
Angka 67
Pasal 107Cukup jelas.
Angka 68
Pasal 108Cukup jelas.
Angka 69
Pasal 109Cukup jelas.
Angka 70
Pasal 115Cukup jelas.
Angka 71
Pasal 116Cukup jelas.
Angka 72
Pasal 117Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 118Cukup jelas.
Angka 74
Pasal 119Cukup jelas.
Angka 75
Pasal 122Cukup jelas.
Angka 76
Pasal 124Cukup jelas.
Angka 77
Pasal 125Cukup jelas.
Angka 78
Pasal 127Cukup jelas.
Angka 79
Pasal 130Cukup jelas.
Angka 80
Pasal 131Cukup jelas.
Angka 81
Pasal 134Cukup jelas.
Angka 82
Pasal 138Cukup jelas.
Angka 83
Pasal 142Cukup jelas.
Angka 84
Pasal 157Cukup jelas.
Angka 85
Pasal 158Cukup jelas.
Angka 86
Pasal 159Dihapus.
Angka 87
Pasal 160Cukup jelas.
Angka 88
Pasal 160ACukup jelas.
Angka 89
Pasal 161Cukup jelas.
Angka 90
Pasal 162Cukup jelas.
Angka 91
Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota provinsi.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Angka 92
Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Angka 93
Pasal 165Cukup jelas.
Angka 94
Pasal 166Cukup jelas.
Angka 95
Pasal 167Dihapus.
Angka 96
Pasal 168Dihapus.
Angka 97
Pasal 169Dihapus.
Angka 98
Pasal 170Dihapus.
Angka 99
Pasal 171Dihapus.
Angka 100
Pasal 172Dihapus.
Angka 101
Pasal 173Cukup jelas.
Angka 102
Pasal 174
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)
Dua pasangan calon yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam hal keduanya
berhenti atau diberhentikan secara bersamaan.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Ayat (7)Cukup jelas.
Angka 103
Pasal 175Dihapus.
Angka 104
Pasal 176Cukup jelas.
Angka 105
Pasal 184Cukup jelas.
Angka 106
Pasal 185Cukup jelas.
Angka 107
Pasal 189Cukup jelas.
Angka 108
Pasal 191Cukup jelas.
Angka 109
Pasal 192Dihapus.
Angka 110
Pasal 193Cukup jelas.
Angka 111
Pasal 195Cukup jelas.
Angka 112
Pasal 196Cukup jelas.
Angka 113
Pasal 197
Ayat (1)Cukup jelas.
Ayat (2)Dihapus.
Angka 114
Pasal 200Cukup jelas.
Angka 115
Pasal 201Cukup jelas.
Angka 116
Pasal 202Cukup jelas.
Angka 117
Pasal 205ACukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5678

Tidak ada komentar:

Posting Komentar