Minggu, 18 Maret 2018

www.hukumonline.com
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
b. bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia serta untuk mengembalikan
kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang
menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar, perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi, terutama terhadap ketentuan mengenai syarat dan tata cara seleksi, pemilihan,
dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
Mengingat:
1. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4316), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), diubah sebagai berikut:
1 / 10
www.hukumonline.com
1. Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah dan ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 5, sehingga Pasal 1
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi
mengenai:
a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. pembubaran partai politik;
d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi
dan Komisi Yudisial untuk menjaga kehormatan dan perilaku hakim konstitusi.
5. Panel Ahli adalah perangkat yang dibentuk oleh Komisi Yudisial untuk menguji kelayakan dan
kepatutan calon hakim konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden.”
2. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf h diubah dan ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf i serta
ayat (3) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf f, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 15
(1) Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil; dan
c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. berijazah doktor dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima)
tahun pada saat pengangkatan;
e. mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
2 / 10
www.hukumonline.com
h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun; dan
i. tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun
sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon hakim konstitusi juga
harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan menyerahkan:
a. surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;
b. daftar riwayat hidup;
c. menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan ijazah asli;
d. laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai dengan
dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari lembaga yang
berwenang; dan
e. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan
f. surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik.”
3. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 18C,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 18A
(1) Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sebelum ditetapkan Presiden,
terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli.
(2) Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden mengajukan calon hakim konstitusi kepada Panel Ahli
masing-masing paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan untuk
dilakukan uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Panel Ahli menyampaikan calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan
ditambah 1 (satu) orang kepada Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden.
(4) Dalam hal calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan kurang dari
jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan, Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden mengajukan
kembali calon hakim konstitusi lainnya paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah hakim konstitusi yang
masih dibutuhkan.
(5) Dalam hal calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan sama dengan
jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan, Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden dapat
langsung mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan, atau mengajukan tambahan paling
banyak 3 (tiga) calon hakim konstitusi lainnya untuk diuji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli.
(6) Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden memilih hakim konstitusi sesuai jumlah yang
dibutuhkan dari nama yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli, dan
mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan.
Pasal 18B
Panel Ahli menyelesaikan tugasnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah dibentuk oleh
Komisi Yudisial.
Pasal 18C
(1) Panel Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18A ayat (1) berjumlah 7 (tujuh) orang.
(2) Panel Ahli terdiri atas:
a. 1 (satu) orang diusulkan oleh Mahkamah Agung;
3 / 10
www.hukumonline.com
b. 1 (satu) orang diusulkan oleh DPR;
c. 1 (satu) orang diusulkan oleh Presiden; dan
d. 4 (empat) orang dipilih oleh Komisi Yudisial berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas
mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum, dan praktisi hukum.
(3) Panel Ahli harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki reputasi dan rekam jejak yang tidak tercela;
b. memiliki kredibilitas dan integritas;
c. menguasai ilmu hukum dan memahami Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
d. berpendidikan paling rendah magister;
e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun; dan
f. tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sebelum
Panel Ahli dibentuk.
(4) Anggota Panel Ahli dilarang mencalonkan diri sebagai calon hakim konstitusi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Panel Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d diatur dengan Peraturan Komisi Yudisial.”
4. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 20
(1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi diatur oleh
masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18A.
(2) Ketentuan mengenai tata cara uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18A ayat (1) diatur oleh Komisi Yudisial.
(3) Seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.”
5. Ketentuan Pasal 26 ayat (3) diubah, ayat (4) dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 26
(1) Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) mengenai hakim konstitusi yang akan diberhentikan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum:
a. memasuki usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c; atau
b. berakhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d.
(2) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Mahkamah Konstitusi menerima
Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), Mahkamah Konstitusi
memberitahukan kepada lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) mengenai hakim konstitusi yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, atau ayat (2).
(3) Lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengajukan
pengganti hakim konstitusi kepada Presiden sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18A.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.”
4 / 10
www.hukumonline.com
6. Judul Bab IVA diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“BAB IVA
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KONSTITUSI SERTA MAJELIS KEHORMATAN HAKIM
KONSTITUSI”
7. Ketentuan Pasal 27A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 27A
(1) Mahkamah Konstitusi bersama-sama dengan Komisi Yudisial menyusun dan menetapkan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap
hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga kehormatan dan perilaku hakim
konstitusi.
(2) Dalam menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dapat mengikutsertakan pihak lain yang
berkompeten.
(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh hakim
konstitusi.
(4) Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi bersama-sama dengan Komisi Yudisial membentuk Majelis
Kehormatan Hakim Konstitusi yang bersifat tetap.
(5) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas unsur:
a. 1 (satu) orang mantan hakim konstitusi;
b. 1 (satu) orang praktisi hukum;
c. 2 (dua) orang akademisi yang salah satu atau keduanya berlatar belakang di bidang hukum;
dan
d. 1 (satu) orang tokoh masyarakat.
(6) Anggota Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil;
c. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun; dan
d. tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sebelum
diangkat menjadi anggota Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.
(7) Masa jabatan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selama 5
(lima) tahun dan tidak dapat dipilih kembali.
(8) Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi mempunyai wewenang untuk:
a. memanggil hakim konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk
memberikan penjelasan dan pembelaan;
b. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan,
termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan
c. memberikan sanksi kepada hakim konstitusi yang terbukti melanggar kode etik.
(9) Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi bersidang secara terbuka untuk melakukan pemeriksaan
dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi.
5 / 10
www.hukumonline.com
(10) Ketentuan bersidang secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku terhadap
pemeriksaan yang terkait dengan perbuatan asusila dan pemeriksaan yang dapat mengganggu
proses penegakkan hukum yang sedang berjalan.
(11) Putusan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi bersifat final dan mengikat.
(12) Putusan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat
pleno Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.
(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi, tata cara
pemilihan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi, susunan organisasi dan tata kerja Majelis
Kehormatan Hakim Konstitusi diatur dengan Peraturan Bersama Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial.
(14) Untuk mendukung pelaksanaan tugas Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi dibentuk sekretariat
yang berkedudukan di Komisi Yudisial dan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial.”
8. Bab VII Ketentuan Peralihan ditambah 1 (satu) pasal, yakni Pasal 87A sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 87A
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tetap melaksanakan tugas sampai dengan terbentuknya
Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”
9. Bab VIII Ketentuan Penutup ditambah 1 (satu) pasal, yakni Pasal 87B sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 87B
(1) Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
(2) Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini harus ditetapkan
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini
diundangkan.
(3) Selama peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan,
pembentukan Panel Ahli dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi dilaksanakan oleh Komisi
Yudisial.”
Pasal II
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Yogyakarta,
Pada Tanggal 17 Oktober 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
6 / 10
www.hukumonline.com
Pada Tanggal 17 Oktober 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 167
7 / 10
www.hukumonline.com
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI
I. UMUM
Berdasarkan Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hakim
konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara.
Penegasan syarat hakim konstitusi yang sedemikian ketat dan berat dalam Undang-Undang Dasar
karena hakim konstitusi mengemban amanah yang sangat mulia yaitu menegakkan kehidupan berbangsa
melalui penjagaan konstitusi sesuai dengan prinsip negara hukum.
Pada saat ini kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi menurun, padahal
hakim konstitusi mengemban amanah sangat penting untuk menjaga tegaknya demokrasi dan pilar
negara hukum, sehingga perlu dilakukan upaya penyelamatan terhadap hakim konstitusi secara cepat,
khususnya menjelang pelaksanaan pemilihan umum 2014 yang sangat strategis bagi keberlanjutan
kehidupan demokrasi di tanah air. Jika ketidakpercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi tidak
segera dipulihkan akan berimplikasi terhadap legitimasi hasil pemilihan umum 2014 yang sengketanya
merupakan kewenangan hakim konstitusi untuk mengadili.
Mengingat pelaksanaan pemilihan umum 2014 sudah sangat dekat, diperlukan langkah-langkah cepat
dan mendesak untuk memulihkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi
dengan melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
terutama mengenai syarat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta
pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
8 / 10
www.hukumonline.com
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” adalah menjalankan ajaran
agama.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 18A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan” adalah disesuaikan dengan jabatan
hakim konstitusi yang belum terisi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 18B
Cukup jelas.
9 / 10
www.hukumonline.com
Pasal 18C
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 20
Cukup Jelas.
Angka 5
Pasal 26
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 27A
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 87A
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 87B
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 5456
10 / 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar