PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1959
TENTANG
PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)
Presiden
Republik Indonesia,
Menimbang :
1. Bahwa sebagai lanjutan dari Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang tertanggal 5 Djuli 1959 tentang kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945 perlu segera ditetapkan bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas
dan kewajiban pemerintah daerah.
2. Bahwa keadaan ketatanegaraan yang mebahayakan persatuan dan
keselamatan Negara, nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur perlu dihadapi baik dibidang
pemerintahan pusat maupun dibidang pemerintah daerah;
Mengingat : Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5
Juli 1959 yuncto Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945;
Mendengar :
a. Musyawarah Kobinet Kerja pada tanggal 1 September 1959;
b. Musyawarah Dewan Pertimbangan Agung Sementara pada tanggal 20
Oktober 1959.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PENETAPAN PRESIDEN TENTANG PEMERINTAH
DAERAH (DISEMPURNAKAN)
BAB
I : BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH
BAGIAN
I : KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Pemerintah
Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal
2
Dalam
menjalankan tugasnya Kepala Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian.
Pasal
3
Dengan
Kepala Daerah dimaksud juga Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, kecuali apabila
ditentukan lain.
BAGIAN
II : KEPALA DAERAH
Pasal
4
(1) Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh : a. Presiden
bagi daerah tingkat I dan b. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan
Persetujuan Presiden bagi daerah tingkat II.
(2) Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari antara
calon-calon yang diajukan oleh DPRD yang bersangkutan. Apabila dari pencalonan
itu tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah,
maka DPRD yang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah atas nama Presiden untuk mengajukan pencalonan yang kedua. Apabila juga
pada pencalonan yang kedua ini tidak ada calon yang memenuhi syarat, maka
Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pencalonan.
(3) Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah dengan Persetujuan Presiden dari antara calon-calon yang
diajukan oleh DPRD yang bersangkutan. Apabila dari pencalonan itu tidak ada
juga calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah oleh
Meneteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetujuan Presiden, maka DPRD
yang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk
mengajukan pencalon kedua. Apabila juga pada pencalonan yang kedua ini tidak
ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah oleh
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetujuan Presiden, maka
Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pencalonan.
(4) Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ayat (2) dan (3) pasal
ini dilakukan dengan mengingat syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan
pengalaman dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
(5) Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang nama jabatan dan
gelarnya, kedudukannya dan penghasilannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden.
(6) Kepala Daerah diangkat untuk sesuatu masa jabatan yang sama
dengan masa duduk DPRD yang bersangkutan, tetapi dapat diangkat kembali setelah
masa jabatan berakhir.
(7) Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu
keputusan DPRD.
Pasal
5
Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur penentuan penjabat yang mewakili
Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.
Pasal
6
(1) Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga yang
berkuasa menjalankan pemerintahan di daerah itu dijamin sebelum Republik
Indonesia dan yang masih berkuasa menjalankan pemerintahan di daerahnya, dengan
memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan pada pemerintah
Republik Indonesia serta dat istiadat dalam daerah itu dan diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(2) Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diadakan seorang Wakil
Kepala Daerah Istimewa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal
7
Kepala
dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta menerima gaji, uang jalan dan uang
penginapan serta segala penghasilan lainnya yang sah yang bersangkutan dengan
jabatannya yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Pasal
8
(1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daera, Kepal dan wakil
Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta mengangkat sumpah atau mengucap janji dalam
suatu siding DPRD dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau
penjabat yang ditunjuk olehnya.
(2) Susunan kata-kata sumpah atau janji yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
BAGIAN
III : BADAN PEMERINTAH HARIAN
Pasal
9
Bdan
Pemerintah Harian terdiri dari sekurang-kurangnya 3 dan sebanyak-banyaknya 5 orang
anggota, kecuali dalam hal yang tersebut dalam pasal 19.
Pasal
10
(1) Anggota Badan Pemerintah Harian diangkat dan diperhentikan
menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
(2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian termaksud pada ayat (1)
pasal ini sedapat-dapatnya dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD yang
bersangkutan dari anggota atau diluar anggota Dewan tersebut.
Pasal 11
(1) Sebelum memangku jabatannya, anggota-anggota Badan Pemerintah
Harian mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan Kepala Daerah.
(2) Susunan kata-kata sumpah (janji) ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah.
Pasal
12
Anggota-anggotan
Badan Pemerintah Harian menerima uang kehormatan, uang jalan, uang penginapan dan
penghasilan lainnya yang sah bersangkutan dengan jabatannya menurut peraturan
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
BAGIAN
IV : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Pasal
13
Untuk
sementara waktu pembentukan DPRD dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
BAB
II : KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
BAGIAN
I : KEPALA DAERAH
Pasal
14
(1) Kepala Daerah adalah : a. alat pemerintah pusat; b. alat
pemerintah daerah.
(2) Sebagai alat pemerintah pusat Kepala Daerah : a. mengurus
ketertiban dan keamanan umum di daerah; b. menyelenggarakan koordinasi antara
jawatan-jawatan pemerintah pusat di daerah dan antara jawatan-jawatan tersebut
dengan pemerintah daerah; c. melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan
daerah; d. menjalankan lain-lain kewenangan umum yang terletak dalam bidang
urusan pemerintah pusat; a sampai dengan d. menurut peraturan perundangan yang
berlaku, yang hingga saati ini dilakukan oleh Gubernur untuk Daerah Tingkat I
dan Bupati/Walikota untuk Daerah Tingkat II.
(3) Sebagai alat pemerintah daerah : kepala daerah memberi
pertanggungan jawab kepada DPRD, baik dibidang urusan rumah tangga daerah
(otonom) maupun di bidang tugas pembantuan dalam pemerintahan, dalam arti bahwa
Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD.
Pasal
15
(1) Kepala Daerah Tingkat I mempunyai kekuasaan untuk
mempertangguhkan Keputusan DPRD Tingkat I dan Keputusan Pemerintah Daerah
Tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan dengan Garis-Garis Besar daripada
Haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
(2) Kepala Daerah Tingkat II mempunyai kekuasaan untuk
mempertangguhkan keputusan DPRD Tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan
dengan kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi
tingkatnya.
(3) Dengan tidak mengurangi kekuasaannya untuk mempertangguhkan
dan/atau membatalkan keputusan DPRD Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II,
yang olehnya sendiri dipandang bertentangan dengan GBHN, kepentingan umum atau
peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya, Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah mengambil keputusan terhadap keputusan-keputusan yang
ditangguhkan menurut ayat (1) dan (2) pasal ini.
BAGIAN II : BADAN PEMERINTAH HARIAN
Pasal 16
(1) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah
pembantu-pembantu Kepala Daerah dalam urusan-urusan di bidang rumah tangga
daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan.
(2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian :
a. memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah,
baik diminta maupun tidak.
b. menjalankan
bidang pekerjaan yang tertentu yang ditugaskan kepadanya oleh Kepala Daerah dan
terhadap itu mereka bertanggungjawab pada Kepala Daerah.
BAGIAN
III : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Pasal
17
DPRD
menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban pemerintah daerah menurut peraturan
perundangan yang berlaku, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Penetapan Presiden ini.
BAB
III : KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
18
(1) DPRD yang ada menjadi DPRD menurut Penetapan Presiden ini
dengan ketentuan, bahwa anggota-anggota mengangkat sumpah atau mengucapkan
janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang
ditunjuk olehnya.
(2) Terhadap sumpah atau janji termaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (2).
Pasal
19
DPRD
yang ada dibubarkan dan bekas anggota dewan tersebut dapat diangkat menjadi
anggota Badan Pemerintah Harian, kecuali mereka yang menyatakan tidak bersedia untuk
diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian.
Pasal
20
(1) Dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai
berlakunya Penetapan Presiden ini, maka harus sudah dilaksanakan berturut-turut
: a. pengambilan sumpah atau pengucapan janji anggota-anggota DPRD dimaksud
dalam pasal 18. b.pengangkatan kepala daerah menurut ketentuan dalam pasal 4.
c. pembubaran Dewan Pemerintah Daerah yang ada, pembentukan Badan Pemerintah
Harian serta penyumpahan atau pengucapan janji anggota-anggota Badan Pemerintah
Harian yang bersangkutan seperti dimaksud dalam pasal 19.
(2) Kepal daerah, DPRD dan Dewan Pemerintah/Dewan Daerah yang ada
pada saat mulai berlakunya Penetapan Presiden ini berjalan terus sampai
terbentuk dan tersusun Pemerintah Daerah menurut Penetpan Presiden ini.
BAB
IV : KETENTUAN PENUTUP
Pasal
21
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah di bidang urusan rumah tangga daerah (otonomi) dan tugas
pembentuan dalam pemerintahan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, kecuali apabila bertentangan dengan
sesuatu ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.
Pasal
22
Kesulitan-kesulitan
yang timbul sebagai akibat pelaksanaan Penetapan Presiden ini diselesaikan oleh
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Pasal
23
Penetapan
Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya surut mulai
tanggal 17 September 1959.
Agar
supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Penetapan
Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapk di Tanjung Pinang (Bogor)
Pada Tanggal 7 September 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEKARNO
Diundangkan
di Jakarta
Pada
Tanggal 9 September 1959
MENTERI
MUDA KEHAKIMAN
ttd
SOEKARDJO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1959 NOMOR 94.
PENDJELASAN
ATAS
PENETAPAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
6 TAHUN 1959
TENTANG
PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)
I. UMUM
1. Dengan berlakunya lagi UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959, maka Negara dan bangsa Indonesia telah memasuki alam baru
dalam sejarah ketatanegaraannya. Kembali ke UUD 1945 berarti meninggalkan
system Demokrasi Liberal, yang dianut oleh UUDS 1950, yang ternyata telah
membawa revolusi bangsa Indonesia yang belum selesai ke suatu arah yang
membahayakan kesatuan Negara dan persatuan bangsa Indonesia. Revolusi
ketatanegaraan harus berjalan tidak saja dibidang horizontal mengenai
pemerintahan pusat di Jakarta, tetapi juga harus berlansung vertical mengenai
pemerintahan daerah. Selanjutnya kembali ke UUD 1945 berarti pula melaksanakan
system demokrasi terpimpin, dalam system itu kebijaksanaan pemerintahan sejak
tanggal 5 Juli 1959 dalam keseluruhannya dipertanggung jawabkan oleh Presiden
kepada MPR.
2. Oleh karena itu badan-badan pemerintahan sebagai alat untuk
menyelamatkan revolusi harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUD
1945 dalam rangka pelaksanaan dengan Penetapan Presiden sebagai pelaksanaan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1945 dan sebagai satu-satunya jalan untuk
meluaskan arus revolusi ketatanegaraan sampai dapat dinikmati oleh rakyat di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
3. Dalam pada itu harus diperhatikan dua masalah yang penting,
yaitu : a. Bahwa politik dekonsentrasi dan desentralisasi berjalan terus dengan
menjunjung faham desentralisasi territorial; b. Bahwa untuk kepentingan rakyat,
untuk keutuhan pemerintahan daerah dan untuk kelancaran administrasi, dualisme
dalam pimpinan pemerintahan di daerah harus dihapuskan.
4. Melanjutkan politik dekonsentrasi dan desentralisasi berarti
melanjutkan pemberian hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, dengan mengingat kemampuan dan kesanggupan daerah
masing-masing. Dengan demikian urusan-urusan yang kini termasuk kewenangan
pemerintah pusat semakin banyak beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah,
sesuai dengan ketentuan dalam pasal 18 UUD 1945, untuk menjunjung sifat Negara
Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan, politik dekonsentrasi dan
desentralisasi yang demikian itu harus disertai suatu ketentuan yang menjamin
hubungan yang era tantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sesuai dengan
jiwa dan semangat NKRI dan konstitusi proklamasi.
5. Pimpinan pemerintahan di daereah kini bersifat dualistis, dalam
arti kata bahwa ada dua pimpinan yang berdiri terpisah, mengenai dua pekerjaan
yang pada hakekatnya sangat erat hubungannya satu sama lain. Dua bidang itu
ialah : a. bidang pemerintahan umum pusat di daerah di tangan pamong praja dan,
b. bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam pemerintah (medebewind) di tangan
pemerintah daerah. Pimpinan kedua bidang ini perlu diletakkan dalam satu
tangan.
6. Berdasarkan factor-faktor tewrsebut diatas, maka untuk mencapai
dayaguna yang sebesar-besarnya, pemerintah daerah diberi bentuk dan susunan
serta kekuasaan, tugas dan kewajiban yang pada pokoknya adalah sebagai berikut
: a. pimpinan dalam bidang pemerintahan umum pusat di daerah dan pimpinan dalam
bidang pemerintah daerah diletakkan di tangan seorang Kepala Daerah; b.
kekuasaan eksekutif yang dijalankan oleh Kepala Daerah tidak bersifat kolegial,
akan tetapi sebaiknya juga tidak meninggalkan dasar permusyawaratan dalam
sistim pemerintahan; c. anggota-anggota Badan Pemerintahan Harian merupakan
pembantu-pembantu Kepala Daerah dan harus bebas dari keanggotaan partai
politik, hal mana diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959; d.
Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang tidak dapat diberhentikan karena
sesuatu keputusan DPRD; e. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan untuk
mempertangguhkan keputusan-keputusan DPRD yang bersangkutan dan keputusan
pemerintah daerah bawahannya, yang dianggapnya bertentangan dengan GBHN,
kepentingan umum atau peraturan-perundangan dengan yang lebih tinggi
tingkatannya; f. DPRD berwenang dalam bidang-bidang legislative, anggaran
pendapatan dan belanja serta pembangunan daerah.
7. Soal-soal yang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan
Presiden ini berlaku, sebagian diatur dalam penetapan ini, misalnya mengenai
DPRD dan DPRD yang sekarang ada, dan sebagian lagi diatur atau diselesaikan
oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (pasal 22).
8. Dalam pada itu perlu dikemukakan, bahwa Penetapan Presiden ini
bertujuan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya menertibkan pemerintahan daerah
sesuai dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan demokrasi terpimpin.
Perubahan-perubahan di masa dating, misalnya sebagai akibat pelaksanaan politik
dekonsentrasi dan desentralisasi, akan diatur dan diselesaikan dalam waktu yang
singkat berdasarkan peraturan perundang yang ada, umpanya pelaksanaan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 atau yang akan diadakan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Dengan
kata daerah dimaksud daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945.
Pasal
2
Mengingat
pentingnya tugas Kepala Daerah ia perlu dibantu oleh orang-orang yang memiliki
keahlian dalam bidang pemerintahan daerah.
Pasal
3 Cukup Jelas
Pasal
4
Berhubung dengan pentingnya kedudukan Kepala Daerah sebagai
pemusatan pekerjaan baik pada bidang pemerintahan pusat maupun pada bidang
pemerintahan daerah, Kepala Daerah diangkat oleh pemerintah pusat dan diberi
kedudukan sebagai pegawai Negara, pengangkatan itu dilakukan dengan
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari instansi-instansi sipil (misalnya
Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara) dan instansi-instansi militer
(misalnya penguasa perang/darurat dalam masa keadaan bahaya (perang/darurat)
Syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam
pemerintahan dipentingkan, karena seorang Kepala Daerah hanya dapat menunaikan
tugasnya dengan baik, jika ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Karena Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, ia
tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD.
Pasal
5
Karena
pentingnya kedudukan Kepala Daerah, maka penentuan penjabat yang mewakili
Kepala Daerah, apabila ia berhalangan, perlu diatur oleh Menteri Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah.
Pasal
6
Dalam
ketentuan ini tidak dimasukka lagi unsur pencalonan.
Pasal
7 Cukup jelas
Pasal
8
Pangangkatan
sumpah dan pengucapan janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
atau pejabat yang ditunjuk olehnya dilansungkan dengan persaksian
anggota-anggota DPRD, karena hubungan kerja antara Kepala Daerah dan DPRD
merupakan unsure penting untuk kelancaran jalannya pemerintahan daerah.
Pasal
9
Jumlah
ini diterapkan dengan pertimbangan bahwa jumlah anggota Badan Pemerintah Harian
sedapat-dapatnya terbatas.
Pasal
10
Dengan
mengajukan calon-calon Badan Pemerintah Harian maka DPRD dapat turut serta
menyumbangkan pertimbangannya dalam pengangkatan anggota-anggota badan
tersebut, sesuai dengan alam demokrasi terpimpin.
Pasal
11 Cukup jelas
Pasal
12 Cukup jelas
Pasal
13
Selama
belum ada ketentuan baru tentang pembentukan DPRD, maka pembentukan DPRD
dijalankan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal
14
Dengan
meletakkan pimpinan dua bidang pemerintahan dalam satu tangan, maka hapuslah
adanya dualisme dalam pimpinan pemerintahan di daerah. Selanjutnya ditunjuk
pada penjelasan umum.
Pasal
15
Dalam
pasal ini antara lain ditetapkan bahwa :
a. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan mempertangguhkan keputusan
DPRD yang bersangkutan.
b. Kekuasaan untuk membatalkan keputusan pemerintah daerah, baik daerah
tingkat I maupun daerah tingkat II adalah di tangan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah.
Pasal
16
Karena
tugas anggota BPH bersifat membantu Kepala Daerah, maka Kepala Daerah
berkewenangan menetapkan cara bekerja, begitupun luasnya tugas anggota-anggota
tersebut.
Pasal
17
Mengingat
kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD maka anggota-anggota dewan tersebut dapat
membatasi kegiatannya diluar siding-sidang (pleno, bahagian, seksi), seperti
misalnya mengadakan peninjauan setempat, menghubungi lansung kepala-kepala dan
pegawai-pegawai jawatan daerah yang bersangkutan dan lain-lain sebagainya.
Segala kegiatan termaksud seyogyanya disalurkan liwat Kepala Daerah untuk
melancarkan roda pemerintahan dan menghemat keuangan daerah.
Pasal
18
Apabila
anggota DPRD tidak atau tidak bersedia mengangkat sumpah atau mengucapkan janji
seperti dimaksud dalam pasal ini dalam waktu yang ditentukan pada pasal 20,
maka keanggotaannya dalam DPRD itu gugur.
Pasal
19
Kepala
Daerah, yang dalam rangka pelaksanaan penetapan presiden ini tidak diangkat
sebagai Kepala Daerah, diangkat pula sebagai anggota BPH berdasarkan pasal ini,
apabila ia menyatakan kesediaannya.
Ketentuan
di dasarkan atas pertimbangan bahwa Kepala Daerah itu semula karena jabatannya
juga menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah.
Pasal
20
Penetapan
jangka waktu pada ayat (1) dimaksud untuk segera mewujudkan ketentuan-ketentuan
dalam penetapan presiden ini.
Ketentuan
pada ayat (2) diadakan untuk menghindarkan kekosongan dalam pemerintahan
daerah.
Pasal
21 Cukup jelas
Pasal
22
Bila
dalam melaksanakan penetapan presiden ini timbul kesulitan-kesulitan, maka
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerag berkewajiban untuk menyelesaikannya. Kesulitan-kesulitan
dapat timbul misalnya kalau calon-calon Kepala Daerah yang diajukan oleh DPRD
tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 4 ayat (4).
Pasal
23
Tidak
memerlukan penjelasan lagi
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1843 Tahun 1959
Tidak ada komentar:
Posting Komentar