Jumat, 09 Agustus 2019

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)


PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1959
TENTANG

PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)


Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
1.       Bahwa sebagai lanjutan dari Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Djuli 1959 tentang kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 perlu segera ditetapkan bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewajiban pemerintah daerah.
2.       Bahwa keadaan ketatanegaraan yang mebahayakan persatuan dan keselamatan Negara, nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur perlu dihadapi baik dibidang pemerintahan pusat maupun dibidang pemerintah daerah;

Mengingat :  Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Juli 1959 yuncto Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945;

Mendengar :
a.       Musyawarah Kobinet Kerja pada tanggal 1 September 1959;
b.       Musyawarah Dewan Pertimbangan Agung Sementara pada tanggal 20 Oktober 1959.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PENETAPAN PRESIDEN TENTANG PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)

BAB I : BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH
BAGIAN I : KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 2
Dalam menjalankan tugasnya Kepala Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian.

Pasal 3
Dengan Kepala Daerah dimaksud juga Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, kecuali apabila ditentukan lain.
BAGIAN II : KEPALA DAERAH
Pasal 4
(1)     Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh : a. Presiden bagi daerah tingkat I dan b. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Persetujuan Presiden bagi daerah tingkat II.
(2)     Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari antara calon-calon yang diajukan oleh DPRD yang bersangkutan. Apabila dari pencalonan itu tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah, maka DPRD yang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atas nama Presiden untuk mengajukan pencalonan yang kedua. Apabila juga pada pencalonan yang kedua ini tidak ada calon yang memenuhi syarat, maka Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pencalonan.
(3)     Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Persetujuan Presiden dari antara calon-calon yang diajukan oleh DPRD yang bersangkutan. Apabila dari pencalonan itu tidak ada juga calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah oleh Meneteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetujuan Presiden, maka DPRD yang bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk mengajukan pencalon kedua. Apabila juga pada pencalonan yang kedua ini tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetujuan Presiden, maka Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah diluar pencalonan.
(4)     Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ayat (2) dan (3) pasal ini dilakukan dengan mengingat syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
(5)     Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang nama jabatan dan gelarnya, kedudukannya dan penghasilannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
(6)     Kepala Daerah diangkat untuk sesuatu masa jabatan yang sama dengan masa duduk DPRD yang bersangkutan, tetapi dapat diangkat kembali setelah masa jabatan berakhir.
(7)     Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD.

Pasal 5
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur penentuan penjabat yang mewakili Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.
Pasal 6
(1)     Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga yang berkuasa menjalankan pemerintahan di daerah itu dijamin sebelum Republik Indonesia dan yang masih berkuasa menjalankan pemerintahan di daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan pada pemerintah Republik Indonesia serta dat istiadat dalam daerah itu dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2)     Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diadakan seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) pasal ini.

Pasal 7
Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta menerima gaji, uang jalan dan uang penginapan serta segala penghasilan lainnya yang sah yang bersangkutan dengan jabatannya yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Pasal 8
(1)     Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daera, Kepal dan wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta mengangkat sumpah atau mengucap janji dalam suatu siding DPRD dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau penjabat yang ditunjuk olehnya.
(2)     Susunan kata-kata sumpah atau janji yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAGIAN III : BADAN PEMERINTAH HARIAN
Pasal 9
Bdan Pemerintah Harian terdiri dari sekurang-kurangnya 3 dan sebanyak-banyaknya 5 orang anggota, kecuali dalam hal yang tersebut dalam pasal 19.

Pasal 10
(1)     Anggota Badan Pemerintah Harian diangkat dan diperhentikan menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
(2)     Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian termaksud pada ayat (1) pasal ini sedapat-dapatnya dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD yang bersangkutan dari anggota atau diluar anggota Dewan tersebut.

Pasal 11
(1)     Sebelum memangku jabatannya, anggota-anggota Badan Pemerintah Harian mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan Kepala Daerah.
(2)     Susunan kata-kata sumpah (janji) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 12
Anggota-anggotan Badan Pemerintah Harian menerima uang kehormatan, uang jalan, uang penginapan dan penghasilan lainnya yang sah bersangkutan dengan jabatannya menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAGIAN IV : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Pasal 13
Untuk sementara waktu pembentukan DPRD dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

BAB II : KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
BAGIAN I : KEPALA DAERAH
Pasal 14
(1)     Kepala Daerah adalah : a. alat pemerintah pusat; b. alat pemerintah daerah.
(2)     Sebagai alat pemerintah pusat Kepala Daerah : a. mengurus ketertiban dan keamanan umum di daerah; b. menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan pemerintah pusat di daerah dan antara jawatan-jawatan tersebut dengan pemerintah daerah; c. melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah; d. menjalankan lain-lain kewenangan umum yang terletak dalam bidang urusan pemerintah pusat; a sampai dengan d. menurut peraturan perundangan yang berlaku, yang hingga saati ini dilakukan oleh Gubernur untuk Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota untuk Daerah Tingkat II.
(3)     Sebagai alat pemerintah daerah : kepala daerah memberi pertanggungan jawab kepada DPRD, baik dibidang urusan rumah tangga daerah (otonom) maupun di bidang tugas pembantuan dalam pemerintahan, dalam arti bahwa Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD.

Pasal 15
(1)     Kepala Daerah Tingkat I mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan Keputusan DPRD Tingkat I dan Keputusan Pemerintah Daerah Tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan dengan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya.
(2)     Kepala Daerah Tingkat II mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan DPRD Tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatnya.
(3)     Dengan tidak mengurangi kekuasaannya untuk mempertangguhkan dan/atau membatalkan keputusan DPRD Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II, yang olehnya sendiri dipandang bertentangan dengan GBHN, kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengambil keputusan terhadap keputusan-keputusan yang ditangguhkan menurut ayat (1) dan (2) pasal ini.

BAGIAN II : BADAN PEMERINTAH HARIAN
Pasal 16
(1)     Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah pembantu-pembantu Kepala Daerah dalam urusan-urusan di bidang rumah tangga daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan.
(2)     Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian :
a.   memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah, baik diminta maupun tidak.
b.  menjalankan bidang pekerjaan yang tertentu yang ditugaskan kepadanya oleh Kepala Daerah dan terhadap itu mereka bertanggungjawab pada Kepala Daerah.

BAGIAN III : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Pasal 17
DPRD menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban pemerintah daerah menurut peraturan perundangan yang berlaku, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.

BAB III : KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
(1)     DPRD yang ada menjadi DPRD menurut Penetapan Presiden ini dengan ketentuan, bahwa anggota-anggota mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
(2)     Terhadap sumpah atau janji termaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (2).

Pasal 19
DPRD yang ada dibubarkan dan bekas anggota dewan tersebut dapat diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian, kecuali mereka yang menyatakan tidak bersedia untuk diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian.

Pasal 20
(1)     Dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai berlakunya Penetapan Presiden ini, maka harus sudah dilaksanakan berturut-turut : a. pengambilan sumpah atau pengucapan janji anggota-anggota DPRD dimaksud dalam pasal 18. b.pengangkatan kepala daerah menurut ketentuan dalam pasal 4. c. pembubaran Dewan Pemerintah Daerah yang ada, pembentukan Badan Pemerintah Harian serta penyumpahan atau pengucapan janji anggota-anggota Badan Pemerintah Harian yang bersangkutan seperti dimaksud dalam pasal 19.
(2)     Kepal daerah, DPRD dan Dewan Pemerintah/Dewan Daerah yang ada pada saat mulai berlakunya Penetapan Presiden ini berjalan terus sampai terbentuk dan tersusun Pemerintah Daerah menurut Penetpan Presiden ini.
BAB IV : KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang urusan rumah tangga daerah (otonomi) dan tugas pembentuan dalam pemerintahan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, kecuali apabila bertentangan dengan sesuatu ketentuan dalam Penetapan Presiden ini.
Pasal 22
Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan Penetapan Presiden ini diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 23
Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya surut mulai tanggal 17 September 1959.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapk di Tanjung Pinang (Bogor)
Pada Tanggal 7 September 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEKARNO

Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal 9 September 1959
MENTERI MUDA KEHAKIMAN
ttd
SOEKARDJO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1959 NOMOR 94.




PENDJELASAN ATAS
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1959
TENTANG PEMERINTAH DAERAH (DISEMPURNAKAN)

I.  UMUM
1.       Dengan berlakunya lagi UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, maka Negara dan bangsa Indonesia telah memasuki alam baru dalam sejarah ketatanegaraannya. Kembali ke UUD 1945 berarti meninggalkan system Demokrasi Liberal, yang dianut oleh UUDS 1950, yang ternyata telah membawa revolusi bangsa Indonesia yang belum selesai ke suatu arah yang membahayakan kesatuan Negara dan persatuan bangsa Indonesia. Revolusi ketatanegaraan harus berjalan tidak saja dibidang horizontal mengenai pemerintahan pusat di Jakarta, tetapi juga harus berlansung vertical mengenai pemerintahan daerah. Selanjutnya kembali ke UUD 1945 berarti pula melaksanakan system demokrasi terpimpin, dalam system itu kebijaksanaan pemerintahan sejak tanggal 5 Juli 1959 dalam keseluruhannya dipertanggung jawabkan oleh Presiden kepada MPR.
2.       Oleh karena itu badan-badan pemerintahan sebagai alat untuk menyelamatkan revolusi harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 dalam rangka pelaksanaan dengan Penetapan Presiden sebagai pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1945 dan sebagai satu-satunya jalan untuk meluaskan arus revolusi ketatanegaraan sampai dapat dinikmati oleh rakyat di seluruh wilayah Republik Indonesia.
3.       Dalam pada itu harus diperhatikan dua masalah yang penting, yaitu : a. Bahwa politik dekonsentrasi dan desentralisasi berjalan terus dengan menjunjung faham desentralisasi territorial; b. Bahwa untuk kepentingan rakyat, untuk keutuhan pemerintahan daerah dan untuk kelancaran administrasi, dualisme dalam pimpinan pemerintahan di daerah harus dihapuskan.
4.       Melanjutkan politik dekonsentrasi dan desentralisasi berarti melanjutkan pemberian hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan mengingat kemampuan dan kesanggupan daerah masing-masing. Dengan demikian urusan-urusan yang kini termasuk kewenangan pemerintah pusat semakin banyak beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 18 UUD 1945, untuk menjunjung sifat Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan, politik dekonsentrasi dan desentralisasi yang demikian itu harus disertai suatu ketentuan yang menjamin hubungan yang era tantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sesuai dengan jiwa dan semangat NKRI dan konstitusi proklamasi.
5.       Pimpinan pemerintahan di daereah kini bersifat dualistis, dalam arti kata bahwa ada dua pimpinan yang berdiri terpisah, mengenai dua pekerjaan yang pada hakekatnya sangat erat hubungannya satu sama lain. Dua bidang itu ialah : a. bidang pemerintahan umum pusat di daerah di tangan pamong praja dan, b. bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam pemerintah (medebewind) di tangan pemerintah daerah. Pimpinan kedua bidang ini perlu diletakkan dalam satu tangan.
6.       Berdasarkan factor-faktor tewrsebut diatas, maka untuk mencapai dayaguna yang sebesar-besarnya, pemerintah daerah diberi bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewajiban yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : a. pimpinan dalam bidang pemerintahan umum pusat di daerah dan pimpinan dalam bidang pemerintah daerah diletakkan di tangan seorang Kepala Daerah; b. kekuasaan eksekutif yang dijalankan oleh Kepala Daerah tidak bersifat kolegial, akan tetapi sebaiknya juga tidak meninggalkan dasar permusyawaratan dalam sistim pemerintahan; c. anggota-anggota Badan Pemerintahan Harian merupakan pembantu-pembantu Kepala Daerah dan harus bebas dari keanggotaan partai politik, hal mana diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959; d. Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD; e. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan-keputusan DPRD yang bersangkutan dan keputusan pemerintah daerah bawahannya, yang dianggapnya bertentangan dengan GBHN, kepentingan umum atau peraturan-perundangan dengan yang lebih tinggi tingkatannya; f. DPRD berwenang dalam bidang-bidang legislative, anggaran pendapatan dan belanja serta pembangunan daerah.
7.       Soal-soal yang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan Presiden ini berlaku, sebagian diatur dalam penetapan ini, misalnya mengenai DPRD dan DPRD yang sekarang ada, dan sebagian lagi diatur atau diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (pasal 22).
8.       Dalam pada itu perlu dikemukakan, bahwa Penetapan Presiden ini bertujuan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya menertibkan pemerintahan daerah sesuai dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan demokrasi terpimpin. Perubahan-perubahan di masa dating, misalnya sebagai akibat pelaksanaan politik dekonsentrasi dan desentralisasi, akan diatur dan diselesaikan dalam waktu yang singkat berdasarkan peraturan perundang yang ada, umpanya pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 atau yang akan diadakan.

II.      PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Dengan kata daerah dimaksud daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945.

Pasal 2
Mengingat pentingnya tugas Kepala Daerah ia perlu dibantu oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang pemerintahan daerah.

Pasal 3 Cukup Jelas

Pasal 4
Berhubung dengan pentingnya kedudukan Kepala Daerah sebagai pemusatan pekerjaan baik pada bidang pemerintahan pusat maupun pada bidang pemerintahan daerah, Kepala Daerah diangkat oleh pemerintah pusat dan diberi kedudukan sebagai pegawai Negara, pengangkatan itu dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari instansi-instansi sipil (misalnya Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara) dan instansi-instansi militer (misalnya penguasa perang/darurat dalam masa keadaan bahaya (perang/darurat)
Syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan dipentingkan, karena seorang Kepala Daerah hanya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, jika ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Karena Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, ia tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan DPRD.

Pasal 5
Karena pentingnya kedudukan Kepala Daerah, maka penentuan penjabat yang mewakili Kepala Daerah, apabila ia berhalangan, perlu diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 6
Dalam ketentuan ini tidak dimasukka lagi unsur pencalonan.

Pasal 7 Cukup jelas

Pasal 8
Pangangkatan sumpah dan pengucapan janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya dilansungkan dengan persaksian anggota-anggota DPRD, karena hubungan kerja antara Kepala Daerah dan DPRD merupakan unsure penting untuk kelancaran jalannya pemerintahan daerah.

Pasal 9
Jumlah ini diterapkan dengan pertimbangan bahwa jumlah anggota Badan Pemerintah Harian sedapat-dapatnya terbatas.

Pasal 10
Dengan mengajukan calon-calon Badan Pemerintah Harian maka DPRD dapat turut serta menyumbangkan pertimbangannya dalam pengangkatan anggota-anggota badan tersebut, sesuai dengan alam demokrasi terpimpin.

Pasal 11 Cukup jelas

Pasal 12 Cukup jelas

Pasal 13
Selama belum ada ketentuan baru tentang pembentukan DPRD, maka pembentukan DPRD dijalankan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 14
Dengan meletakkan pimpinan dua bidang pemerintahan dalam satu tangan, maka hapuslah adanya dualisme dalam pimpinan pemerintahan di daerah. Selanjutnya ditunjuk pada penjelasan umum.

Pasal 15
Dalam pasal ini antara lain ditetapkan bahwa :
a.       Kepala Daerah mempunyai kekuasaan mempertangguhkan keputusan DPRD yang bersangkutan.
b.       Kekuasaan untuk membatalkan keputusan pemerintah daerah, baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II adalah di tangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pasal 16
Karena tugas anggota BPH bersifat membantu Kepala Daerah, maka Kepala Daerah berkewenangan menetapkan cara bekerja, begitupun luasnya tugas anggota-anggota tersebut.

Pasal 17
Mengingat kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD maka anggota-anggota dewan tersebut dapat membatasi kegiatannya diluar siding-sidang (pleno, bahagian, seksi), seperti misalnya mengadakan peninjauan setempat, menghubungi lansung kepala-kepala dan pegawai-pegawai jawatan daerah yang bersangkutan dan lain-lain sebagainya. Segala kegiatan termaksud seyogyanya disalurkan liwat Kepala Daerah untuk melancarkan roda pemerintahan dan menghemat keuangan daerah.

Pasal 18
Apabila anggota DPRD tidak atau tidak bersedia mengangkat sumpah atau mengucapkan janji seperti dimaksud dalam pasal ini dalam waktu yang ditentukan pada pasal 20, maka keanggotaannya dalam DPRD itu gugur.

Pasal 19
Kepala Daerah, yang dalam rangka pelaksanaan penetapan presiden ini tidak diangkat sebagai Kepala Daerah, diangkat pula sebagai anggota BPH berdasarkan pasal ini, apabila ia menyatakan kesediaannya.
Ketentuan di dasarkan atas pertimbangan bahwa Kepala Daerah itu semula karena jabatannya juga menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 20
Penetapan jangka waktu pada ayat (1) dimaksud untuk segera mewujudkan ketentuan-ketentuan dalam penetapan presiden ini.
Ketentuan pada ayat (2) diadakan untuk menghindarkan kekosongan dalam pemerintahan daerah.

Pasal 21 Cukup jelas

Pasal 22
Bila dalam melaksanakan penetapan presiden ini timbul kesulitan-kesulitan, maka Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerag berkewajiban untuk menyelesaikannya. Kesulitan-kesulitan dapat timbul misalnya kalau calon-calon Kepala Daerah yang diajukan oleh DPRD tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 4 ayat (4).

Pasal 23
Tidak memerlukan penjelasan lagi


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1843 Tahun 1959

Tidak ada komentar:

Posting Komentar